Belakangan ini makin banyak hal yang timbul di otak gue. Yang pengen gue tulis dari kemaren-kemaren, bulan-bulan lalu, tapi susah banget buat membuatnya mengalir. Makanya hari ini gue memilih pakai bahasa santai aja lah. Nggak pake saya-sayaan, atau kata baku yang sesuati EYD Bahasa Indonesia yang terlalu berat dan ribet. Yang penting.. (semoga) berisi. Seperti pada post gue sebelum-sebelumnya, gue ingin banget menulis sesuatu tentang wanita. Tentang bagaimana pemberdayaan wanita antara sekarang dan dulu, perkembangan, aktivitas, derajatnya, dan segala macamnya lah. Tapi sebenarnya, gue masih bingung harus mulai dari mana. Rasanya emang cukup sulit buat gue buat menuangkan semua hal yang ada di kepala gue.
Mungkin lebih baik gue awali dari masa lalu. Dari sedikit sejarah yang gue ingat dan yang menurut gue, penting buat diingat.
1. Ratu Sima dari Kerajaan Holing/Kalingga (kerajaan Hindu) pada abad ke 5. Seorang Ratu pemimpin kerajaan yang sangat tegas dan bijaksana. Beliau mampu membawa kerajaannya itu menuju kemakmuran dan kesejahteraan yang dirasakan oleh rakyatnya.
2. Cut Nyak Dien. Pejuang asal Aceh yang mewarisi sifat pejuang dari Ayahnya, dan dengan semangat melanjutkan perjuangan suami pertamanya. Setelah suami pertamanya wafat, Beliau menikah lagi dengan Teuku Umar yang terkenal sebagai pengacau Belanda. Alasan Cut Nyak Dien menikah lagi ialah untuk menemukan orang yang mau membantunya dalam melawan Belanda. Hingga suatu saat Teuku Umar gugur, seiring dengan Cut Nyak Dien yang menua. Tetapi semangatnya tidak pernah padam. Sebisa mungkin ia terus berjuang demi membebaskan bangsa kita dari kolonialisme. Hingga akhirnya Beliau wafat di pengasingan. Beliau berani bertarung nyawa demi bangsa.
2. Cut Nyak Dien. Pejuang asal Aceh yang mewarisi sifat pejuang dari Ayahnya, dan dengan semangat melanjutkan perjuangan suami pertamanya. Setelah suami pertamanya wafat, Beliau menikah lagi dengan Teuku Umar yang terkenal sebagai pengacau Belanda. Alasan Cut Nyak Dien menikah lagi ialah untuk menemukan orang yang mau membantunya dalam melawan Belanda. Hingga suatu saat Teuku Umar gugur, seiring dengan Cut Nyak Dien yang menua. Tetapi semangatnya tidak pernah padam. Sebisa mungkin ia terus berjuang demi membebaskan bangsa kita dari kolonialisme. Hingga akhirnya Beliau wafat di pengasingan. Beliau berani bertarung nyawa demi bangsa.
3. Wanita yang satu ini, pasti semua orang tau. Raden Ajeng Kartini. Seorang putri asal Jepara yang sempat mengalami jauhnya kesenjangan antara derajat pria dan wanita. Beliau selalu menginginkan pendidikan, dan tentunya pendidikan yang juga diperuntukkan bagi semua perempuan di Indonesia. Intinya, kesetaraan gender. Hal tersebut Beliau usahakan dengan memulai membangun sekolah-sekolah, yang pada akhirnya diikuti oleh perempuan-perempuan di daerah lainnya. Beliau juga berhasil mendapatkan beasiswa di Belanda, walaupun terhalang oleh kedua orangtuanya. Kartini selalu menolak pemikiran sempit yang konservatif. Beliau adalah pahlawan sejati, yang juga berani serta cerdas. Sebagai perintis, Kartini diikuti oleh banyak wanita lain yang juga mendambakan keadilan bagi perempuan di Indonesia. Siti Roehana Koedoes, salah satunya. Seorang pejuang asal Sumatera Barat yang melakukan hal sejalan dengan apa yang telah dilakukan Kartini.
Gue yakin 3 contoh wanita pejuang di atas bisa menjadi dasar dari argumen-argumen yang ada di otak gue yang udah nggak sabar pengen meledak. Mungkin pertama-tama gue perlu bersyukur dulu sekarang, karena gue hidup di dunia yang sudah maju. Emansipasi wanita yang sudah berlangsung cukup lama. Dan gue tinggal menikmati hal tersebut. Tapi gue belum melihat keseteraan gender itu benar-benar ada. Menurut gue, sampai sekarang perempuan masih dipandang rendah. Tetapi mungkin hanya saja pandangan rendah itu sekarang beda. Masih ada sisa-sisa penggalan masa lalu yang menggambarkan sebuah tangga antara posisi perempuan dan laki-laki. Tentunya, kami (perempuan) berada di bawah.
Berikut beberapa poin yang ingin gue ungkapkan (agak random sih);
1. Kepemimpinan yang Bersifat Patriakhial. Ada banyak sekali perempuan yang memiliki potensi mendalam, bahkan melebihi laki-laki. Dalam bidang apapun. Dalam konteks ini, gue buat singkat aja. Perempuan itu terlalu direndahkan dalam hal memimpin. Perempuan identik sebagai pengikut yang tidak bisa membuat suatu perintah tegas atau instruksi yang padat dan jelas. Perempuan identik dengan sebutan 'si lemah' yang hanya bisa jadi anak buah. Contoh sederhananya adalah ketika Pemilu 1999 .Yang seharusnya menjadi presiden adalah Megawati (PDI-P menang -mutlak). Tetapi dengan alasan bahwa Beliau adalah wanita, maka yang diangkat menjadi presiden adalah Gus Dur. Sebuah keputusan yang konyol. Sudah diadakan Pemilu, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan suara rakyat hanya dengan alasan bodoh. Kalau kita lihat dalam sejarah, bukankah pemimpin wanita itu hebat? Malahan, Indonesia (seakan) mengalami kemunduran tanpa wanita-wanita hebat itu.
2. Pekerjaan dan Pencari Nafkah. Sulit sekali ya membuktikan bahwa perempuan juga bisa bekerja dengan tingkatan yang sama (bahkan melebihi) pria. Seringkali para istri diremehkan. Dianggap rendah hanya karena menjadi ibu rumah tangga, tetapi tidak dizinkan bekerja. Menjadi ibu rumah tangga dikira orang hanya sekedar membersihkan rumah, memasak, mencuci piring dan baju, mengurus anak, menyiram tanaman, dan sebagainya. Jika ditelusuri, pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang paling membosankan dan menyebalkan bagi para istri yang hanya di rumah. Bayangkan saja, seorang istri hanya sendirian di rumah, melakukan pekerjaan rumah yang tiada habisnya, tetapi.. tidak dibayar. Memang, suami mencari nafkah. Ada uang. Tetapi, apa semua suami punya kesadaran dan tanggung jawab? Ketika suami nggak bekerja, sementara ada 2 anak, ada kebutuhan, bagaimana? Jawabannya, istri yang mencari nafkah, merangkap menjadi ibu rumah tangga, juga. Seringkali pula, perempuan dianggap tidak pantas bekerja dan menghasilkan uang untuk rumah tangga, maupun untuk dirinya sendiri. Alasannya, karena wanita memiliki anak yang menjadi tanggung jawab wanita sepenuhnya. Kita semua terlalu banyak terbawa tradisi. Gue harus akui bahwa hal tersebut masih berlaku keras bagi sejumlah perempuan di Indonesia.
3. Harga Diri. Perempuan dianggap rendah. Murah. Hal ini begitu terlihat jika kita mulai mengarah ke topik pemuas birahi pria. Pekerja seks komersial, yang tubuhnya dijual dan dijadikan 'alat' sekelompok pria tidak berhati untuk melampiaskan nafsunya. Gue merinding dengernya. Mungkin ini (gue akui) adalah salah satu kekurangan perempuan di Indonesia juga. Yang rela melakukan apa saja demi dapat uang. Tapi, setidaknya, bukannya harusnya ada suatu perlindungan untuk perempuan? Kita semua punya masa depan yang harusnya cerah, bukannya masa depan yang disobek-sobek oleh pria. Yang kedua adalah, tindakan kriminal. Pemerkosaan, yang menurut gue adalah sesuatu yang melebihi kiamat buat wanita. Begitu mudah seorang lelaki memenuhi kepuasannya dengan sesaat mencuri mahkota seorang gadis muda yang jalannya (seharusnya) masih panjang. Tragis. Kejam. Gue nggak habis pikir, melihat mereka yang tidak punya hati. Atau tidak punya otak? Dan seringkali pula para korban pemerkosaan itu kurang mendapat perlindungan dari pihak yang (katanya) berwajib. Diinterogasi, ditanya-tanya dengan tidak memikirkan perasaan korban tersebut. Ujung-ujungnya, kesimpulannya itu semua adalah salah si korban. Lagi-lagi, perempuan yang dirugikan.
4. Fisik. Perempuan seringkali dianggap lebih rentan dibanding laki-laki. Dianggap lebih lemah dalam hal fisik. Perempuan dinggap tidak memiliki stamina sebanyak laki-laki. Mungkin memang benar. Tetapi gue masih melihat bahwa hal tersebut menjadi suatu kekurangan perempuan yang ditonjolkan oleh kebanyakan lelaki tidak berhati. Padahal jika dilihat, perempuan sejak belia melalui banyak perubahan-perubahan (pendewasaan) yang jauh lebih nggak enak dibanding laki-laki. Menstruasi yang dialami perempuan tentu bukan sesuatu yang tidak mengganggu. Disertai sakit ini itu dan berbagai distraksi yang bisa membuat perempuan berubah-ubah mood dan perasaan. Sedangkan laki-laki, mengalami proses pendewasaan yang merangsang dan melibatkan rasa nikmat baginya. Selain itu, perempuan akan mengandung. Berbagai gejala yang tidak enak, kemudian beratnya badan yang dibawa ke mana-mana saat kandungan semakin besar, dan pada saat melahirkan. Perempuan berada di antara hidup dan mati. Kalaupun bisa selamat, ia pun akan memikirkan bayinya terlebih dulu. Sedangkan laki-laki?
Mungkin tulisan ini agak terdengar seperti pelecehan terhadap laki-laki. Tapi gue nggak peduli. Kalau perempuan dilecehkan secara fisik, kali ini gue cuma memberi kritikan melalui tulisan. Yang nggak ada apa-apanya bila dibandingkan pemerkosaan. Gue bukannya mengeneralisasi bahwa laki-laki itu semuanya tidak berhati. Gue hanya menulis apa yang menurut gue masih terjadi sampai sekarang.
Entah kenapa gue lagi menggebu-gebu jika bicara tentang topik ini. Apalagi karena tadi, salah satu guru di SMA gue saat lagi ngajar, tiba-tiba melencengkan topik ke arah kesenjangan gender. Dan beliau pun mengutip suatu pertanyaan dari sebuah majalah kaum feminis, yaitu..
"Apa perempuan itu?"
Bukan 'siapa', tetapi 'APA'. Karena kami dijadikan objek. Sebab selama ini kami belum mendapat hak yang penuh untuk melakukan sesuatu untuk diri kami sendiri, Indonesia, dan dunia.
Gue butuh pendapat kalian. So, comments are reallyyyyy expected! ;)
Gue yakin 3 contoh wanita pejuang di atas bisa menjadi dasar dari argumen-argumen yang ada di otak gue yang udah nggak sabar pengen meledak. Mungkin pertama-tama gue perlu bersyukur dulu sekarang, karena gue hidup di dunia yang sudah maju. Emansipasi wanita yang sudah berlangsung cukup lama. Dan gue tinggal menikmati hal tersebut. Tapi gue belum melihat keseteraan gender itu benar-benar ada. Menurut gue, sampai sekarang perempuan masih dipandang rendah. Tetapi mungkin hanya saja pandangan rendah itu sekarang beda. Masih ada sisa-sisa penggalan masa lalu yang menggambarkan sebuah tangga antara posisi perempuan dan laki-laki. Tentunya, kami (perempuan) berada di bawah.
Berikut beberapa poin yang ingin gue ungkapkan (agak random sih);
1. Kepemimpinan yang Bersifat Patriakhial. Ada banyak sekali perempuan yang memiliki potensi mendalam, bahkan melebihi laki-laki. Dalam bidang apapun. Dalam konteks ini, gue buat singkat aja. Perempuan itu terlalu direndahkan dalam hal memimpin. Perempuan identik sebagai pengikut yang tidak bisa membuat suatu perintah tegas atau instruksi yang padat dan jelas. Perempuan identik dengan sebutan 'si lemah' yang hanya bisa jadi anak buah. Contoh sederhananya adalah ketika Pemilu 1999 .Yang seharusnya menjadi presiden adalah Megawati (PDI-P menang -mutlak). Tetapi dengan alasan bahwa Beliau adalah wanita, maka yang diangkat menjadi presiden adalah Gus Dur. Sebuah keputusan yang konyol. Sudah diadakan Pemilu, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan suara rakyat hanya dengan alasan bodoh. Kalau kita lihat dalam sejarah, bukankah pemimpin wanita itu hebat? Malahan, Indonesia (seakan) mengalami kemunduran tanpa wanita-wanita hebat itu.
2. Pekerjaan dan Pencari Nafkah. Sulit sekali ya membuktikan bahwa perempuan juga bisa bekerja dengan tingkatan yang sama (bahkan melebihi) pria. Seringkali para istri diremehkan. Dianggap rendah hanya karena menjadi ibu rumah tangga, tetapi tidak dizinkan bekerja. Menjadi ibu rumah tangga dikira orang hanya sekedar membersihkan rumah, memasak, mencuci piring dan baju, mengurus anak, menyiram tanaman, dan sebagainya. Jika ditelusuri, pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang paling membosankan dan menyebalkan bagi para istri yang hanya di rumah. Bayangkan saja, seorang istri hanya sendirian di rumah, melakukan pekerjaan rumah yang tiada habisnya, tetapi.. tidak dibayar. Memang, suami mencari nafkah. Ada uang. Tetapi, apa semua suami punya kesadaran dan tanggung jawab? Ketika suami nggak bekerja, sementara ada 2 anak, ada kebutuhan, bagaimana? Jawabannya, istri yang mencari nafkah, merangkap menjadi ibu rumah tangga, juga. Seringkali pula, perempuan dianggap tidak pantas bekerja dan menghasilkan uang untuk rumah tangga, maupun untuk dirinya sendiri. Alasannya, karena wanita memiliki anak yang menjadi tanggung jawab wanita sepenuhnya. Kita semua terlalu banyak terbawa tradisi. Gue harus akui bahwa hal tersebut masih berlaku keras bagi sejumlah perempuan di Indonesia.
3. Harga Diri. Perempuan dianggap rendah. Murah. Hal ini begitu terlihat jika kita mulai mengarah ke topik pemuas birahi pria. Pekerja seks komersial, yang tubuhnya dijual dan dijadikan 'alat' sekelompok pria tidak berhati untuk melampiaskan nafsunya. Gue merinding dengernya. Mungkin ini (gue akui) adalah salah satu kekurangan perempuan di Indonesia juga. Yang rela melakukan apa saja demi dapat uang. Tapi, setidaknya, bukannya harusnya ada suatu perlindungan untuk perempuan? Kita semua punya masa depan yang harusnya cerah, bukannya masa depan yang disobek-sobek oleh pria. Yang kedua adalah, tindakan kriminal. Pemerkosaan, yang menurut gue adalah sesuatu yang melebihi kiamat buat wanita. Begitu mudah seorang lelaki memenuhi kepuasannya dengan sesaat mencuri mahkota seorang gadis muda yang jalannya (seharusnya) masih panjang. Tragis. Kejam. Gue nggak habis pikir, melihat mereka yang tidak punya hati. Atau tidak punya otak? Dan seringkali pula para korban pemerkosaan itu kurang mendapat perlindungan dari pihak yang (katanya) berwajib. Diinterogasi, ditanya-tanya dengan tidak memikirkan perasaan korban tersebut. Ujung-ujungnya, kesimpulannya itu semua adalah salah si korban. Lagi-lagi, perempuan yang dirugikan.
4. Fisik. Perempuan seringkali dianggap lebih rentan dibanding laki-laki. Dianggap lebih lemah dalam hal fisik. Perempuan dinggap tidak memiliki stamina sebanyak laki-laki. Mungkin memang benar. Tetapi gue masih melihat bahwa hal tersebut menjadi suatu kekurangan perempuan yang ditonjolkan oleh kebanyakan lelaki tidak berhati. Padahal jika dilihat, perempuan sejak belia melalui banyak perubahan-perubahan (pendewasaan) yang jauh lebih nggak enak dibanding laki-laki. Menstruasi yang dialami perempuan tentu bukan sesuatu yang tidak mengganggu. Disertai sakit ini itu dan berbagai distraksi yang bisa membuat perempuan berubah-ubah mood dan perasaan. Sedangkan laki-laki, mengalami proses pendewasaan yang merangsang dan melibatkan rasa nikmat baginya. Selain itu, perempuan akan mengandung. Berbagai gejala yang tidak enak, kemudian beratnya badan yang dibawa ke mana-mana saat kandungan semakin besar, dan pada saat melahirkan. Perempuan berada di antara hidup dan mati. Kalaupun bisa selamat, ia pun akan memikirkan bayinya terlebih dulu. Sedangkan laki-laki?
Mungkin tulisan ini agak terdengar seperti pelecehan terhadap laki-laki. Tapi gue nggak peduli. Kalau perempuan dilecehkan secara fisik, kali ini gue cuma memberi kritikan melalui tulisan. Yang nggak ada apa-apanya bila dibandingkan pemerkosaan. Gue bukannya mengeneralisasi bahwa laki-laki itu semuanya tidak berhati. Gue hanya menulis apa yang menurut gue masih terjadi sampai sekarang.
Entah kenapa gue lagi menggebu-gebu jika bicara tentang topik ini. Apalagi karena tadi, salah satu guru di SMA gue saat lagi ngajar, tiba-tiba melencengkan topik ke arah kesenjangan gender. Dan beliau pun mengutip suatu pertanyaan dari sebuah majalah kaum feminis, yaitu..
"Apa perempuan itu?"
Bukan 'siapa', tetapi 'APA'. Karena kami dijadikan objek. Sebab selama ini kami belum mendapat hak yang penuh untuk melakukan sesuatu untuk diri kami sendiri, Indonesia, dan dunia.
Gue butuh pendapat kalian. So, comments are reallyyyyy expected! ;)