Hari ini, murid-murid di sekolah saya harus mengenakan pakaian daerah. Ada yang pakai kebaya, baju bodo, bajunya suku Dayak yang saya nggak tau apa namanya, bajunya orang Aceh yang saya juga nggak tau namanya, dan lainnya. Saya sendiri pakai kebaya putih, warna bawahannya coklat. Sementara yang lain menyewa di sana-sini, untungnya saya sudah punya kebaya. Secara saya kan orang Indonesia yang baik. Apa hubungannya ya?
Hari ini tanggal 21 April. Hari Kartini. Hari di mana setiap tahun kita memperingati perjuangan Raden Ajeng Kartini sebagai pahlawan yang memperjuangkan hak-hak wanita, terutama dalam hal pendidikan. Saya pun cukup mengidolakan R. A. Kartini. Jujur saja, saya tidak pernah rela kalau ada orang yang meremehkan wanita. Kata orang, dulu wanita itu benar-benar tersingkirkan. Kerjanya cuma di dapur, di kamar, atau di kamar mandi (dandan maksudnya). Wanita itu kesannya lemah, nggak bisa apa-apa, rentan, ya pokoknya begitulah. Sampai sekarang, kalau saya lihat, sepertinya masih ada pandangan-pandangan semacam itu.
Contohnya gini:
A (pria): "gimana kalau si B(wanita) yang jadi ketuanya?"
C (pria): "wah jangan, dia kan cewek."
Yang saya bingung sih, kenapa memangnya kalau wanita?
Pada zaman (yang katanya) emansipasi wanita ini, hal semacam itu saja masih sering terjadi. Ya nggak sering juga, tapi banyak orang masih terbawa pandangan itu. Saya nggak bisa bayangin, gimana zaman dulu ya? Waktu wanita masih bener-bener dianggap jauh lebih rendah dibanding pria.
Yah sebenarnya, maksud saya bukan untuk mempermasalahkan keadaan sekarang ini. Saya tidak pernah khawatir lagi sekarang. Ada Ibu kita Kartini (putri sejati, putri Indonesia), Dewi Sartika, berbagai tokoh pembela wanita, dan ada kita semua.
Bukan berarti kita gila hormat. Bukan berarti kita menuntut pria menyembah wanita. Bukan berarti kita menganggap bahwa sekarang pria yang derajatnya lebih rendah daripada wanita. Intinya, kita menghargai dan dihargai. Kita punya kelebihan dan kelemahan kita sendiri. Begitu pun dengan pria. Semuanya setara. Pelecehan mungkin masih sering menimpa wanita, tetapi kenapa harus khawatir? Sebagai wanita, kita juga punya hak. Kita juga punya martabat. Kita juga punya harga diri. Mengapa takut? Lawan saja, kita bisa membela diri kita sendiri.
Jangan posisikan diri kita di posisi yang lemah. Jangan pula posisikan diri kita di posisi yang berkuasa dan merasa paling kuat. Jika semuanya setara, kita baru bisa saling melengkapi. Analoginya, seperti pensil dan penghapus. Mereka sama-sama alat tulis. Penghapus pun dibutuhkan saat kita menulis dengan pensil. Tetapi, jika kita pasangkan pensil dengan gelas. Pensil adalah alat tulis, sedangkan gelas adalah alat makan. Berbeda, sehingga tidak bisa saling melengkapi. Sama dengan kita, wanita dan pria. Sama-sama manusia.
Ya, lengkap kan?
Saya jadi ingat sebuah lagu lama. Lagunya Naif, judulnya Lagu Wanita. Hehehe.
Selamat Hari Kartini! :)
Foto-foto hari ini menyusul. Maaf untuk bahasa yang berantakan dan isi tulisan yang terlalu mentah dan sederhana. Sepertinya sekarang saya kesulitan untuk mengekspresikan diri melalui kata-kata.
Hari ini tanggal 21 April. Hari Kartini. Hari di mana setiap tahun kita memperingati perjuangan Raden Ajeng Kartini sebagai pahlawan yang memperjuangkan hak-hak wanita, terutama dalam hal pendidikan. Saya pun cukup mengidolakan R. A. Kartini. Jujur saja, saya tidak pernah rela kalau ada orang yang meremehkan wanita. Kata orang, dulu wanita itu benar-benar tersingkirkan. Kerjanya cuma di dapur, di kamar, atau di kamar mandi (dandan maksudnya). Wanita itu kesannya lemah, nggak bisa apa-apa, rentan, ya pokoknya begitulah. Sampai sekarang, kalau saya lihat, sepertinya masih ada pandangan-pandangan semacam itu.
Contohnya gini:
A (pria): "gimana kalau si B(wanita) yang jadi ketuanya?"
C (pria): "wah jangan, dia kan cewek."
Yang saya bingung sih, kenapa memangnya kalau wanita?
Pada zaman (yang katanya) emansipasi wanita ini, hal semacam itu saja masih sering terjadi. Ya nggak sering juga, tapi banyak orang masih terbawa pandangan itu. Saya nggak bisa bayangin, gimana zaman dulu ya? Waktu wanita masih bener-bener dianggap jauh lebih rendah dibanding pria.
Yah sebenarnya, maksud saya bukan untuk mempermasalahkan keadaan sekarang ini. Saya tidak pernah khawatir lagi sekarang. Ada Ibu kita Kartini (putri sejati, putri Indonesia), Dewi Sartika, berbagai tokoh pembela wanita, dan ada kita semua.
Bukan berarti kita gila hormat. Bukan berarti kita menuntut pria menyembah wanita. Bukan berarti kita menganggap bahwa sekarang pria yang derajatnya lebih rendah daripada wanita. Intinya, kita menghargai dan dihargai. Kita punya kelebihan dan kelemahan kita sendiri. Begitu pun dengan pria. Semuanya setara. Pelecehan mungkin masih sering menimpa wanita, tetapi kenapa harus khawatir? Sebagai wanita, kita juga punya hak. Kita juga punya martabat. Kita juga punya harga diri. Mengapa takut? Lawan saja, kita bisa membela diri kita sendiri.
Jangan posisikan diri kita di posisi yang lemah. Jangan pula posisikan diri kita di posisi yang berkuasa dan merasa paling kuat. Jika semuanya setara, kita baru bisa saling melengkapi. Analoginya, seperti pensil dan penghapus. Mereka sama-sama alat tulis. Penghapus pun dibutuhkan saat kita menulis dengan pensil. Tetapi, jika kita pasangkan pensil dengan gelas. Pensil adalah alat tulis, sedangkan gelas adalah alat makan. Berbeda, sehingga tidak bisa saling melengkapi. Sama dengan kita, wanita dan pria. Sama-sama manusia.
Ya, lengkap kan?
Saya jadi ingat sebuah lagu lama. Lagunya Naif, judulnya Lagu Wanita. Hehehe.
Selamat Hari Kartini! :)
Foto-foto hari ini menyusul. Maaf untuk bahasa yang berantakan dan isi tulisan yang terlalu mentah dan sederhana. Sepertinya sekarang saya kesulitan untuk mengekspresikan diri melalui kata-kata.
1 comment:
agree banget, gak selamanya kasta perempuan di bawah ato di belakang laki-laki kan hahaha ada waktunya kaum kita jadi pelopor
Post a Comment