Saya Lebih Memilih Sastra Dibandingkan Dimensi Tiga

Tidak habis pikirkah?
Ketika setiap kali kita menghirup udara
Langit masih biru sedikit tertumpahan cat kuning
Terik
Kemudian yang masuk adalah karbon monoksida
Sesak napas

Otak kanan tidak bekerja
Otak kiri terlalu berat terlalu banyak menghitung
Lima puluh juta kata kajian yang masuk dan bertengkar
Menimbulkan konflik dalam kepala sendiri
Tidak habis pikirkah?
Kepala berteriak, katanya ingin meledak
Lalu, saya hanya mengubur diri dalam hitam
Dalam hitam yang hangat
Tetapi lama kelamaan makin panas
Lalu mendidih

Saya sudah minta tolong
Dengar, kan?

Tidak habis pikir
Mungkin yang terlintas hanya mobil-mobil tua
Hanya anak jalanan yang bernyanyi sambil minta belas kasihan
Hah, sampah sekali ya
Tidak habis pikir
Mungkin hanya lalat-lalat buah yang terlalu lelah
Ataukah anak-anak kucing yang sudah diberi susu?
Lalu saya ini apa?

Tidak habis pikirkah?
Ketika semuanya pergi dikala ada kecelakaan di lampu merah
Atau mungkin tetap ada di sana
Berkumpul bersama
Untuk apa?
Ha?
Mencari hiburan?

Barangkali saya perlu menjadi Tuhan suatu hari nanti
Biar saya tidak sakit
Biar saya kebal
Biar saya bisa jadi sutradara
Biar saya hebat
Barangkali saya perlu memasukkan kamu ke neraka nanti

Saya harus bagaimana?
Mengepel tak bisa memasak pun tidak
Menjahit? Apalagi
Sedangkan yang lain,
Lihat saja sendiri

Jadi ingat ketika kecelakaan menjadi berkat
Bagaikan kaum muda kecanduan
Merangkak-rangkak minta putau
Menghempaskan diri ke tembok dengan keringat bercucuran
Entah bagaimana kemudian akhirnya
Mati di lantai atau masuk surga 20 tahun lagi

Saya tidak tau saya apa
Bagaimana
Mengapa
Dan
Siapa



Adakah yang tau?