I believe in Newton's Third Law
For every action there is an equal and opposite reaction.
It happens in reality. It really does.
Want to share about your thoughts?
Email me: daniawwrr@yahoo.com :)
It happens in reality. It really does.
Want to share about your thoughts?
Email me: daniawwrr@yahoo.com :)
Wednesday, December 29, 2010
Too Late
I know it's too late. But I really want to say "MERRY CHRISTMAS" to all of you guys ;)
Sorry for this total mess. I was too busy with lots of new things. I even.. Forgot that this blog belongs to me.
Well, I just wish you had already had your precious moments this Christmas ;)
It was kinda weird that we played with some fireworks instead of something-more-christmas-y. Yeah it felt like new year. And that's my brother, by the way.
that's me (orange ts) with my brothers, and my cousins.
Sorry for this total mess. I was too busy with lots of new things. I even.. Forgot that this blog belongs to me.
Well, I just wish you had already had your precious moments this Christmas ;)
Let me tell you a bit about mine.
I went to Puncak with my family, aunts, uncles, grandma, and my cousins. My dad just got a villa to stay in when the capital city seems to be too busy in some particular periods. Yeah so we decided to go there on the 24th, then we were back on the 26th.
I went to Puncak with my family, aunts, uncles, grandma, and my cousins. My dad just got a villa to stay in when the capital city seems to be too busy in some particular periods. Yeah so we decided to go there on the 24th, then we were back on the 26th.
It was kinda weird that we played with some fireworks instead of something-more-christmas-y. Yeah it felt like new year. And that's my brother, by the way.
that's me (orange ts) with my brothers, and my cousins.
Well that's all about my Christmas.
I thought it'd be a gloomy Christmas before. But man, it's Christmas! There's no such thing as gloomy Christmas. I thank God for everything. I thank God for letting Jesus came to me through the people around me.
I thought it'd be a gloomy Christmas before. But man, it's Christmas! There's no such thing as gloomy Christmas. I thank God for everything. I thank God for letting Jesus came to me through the people around me.
Friday, December 17, 2010
A Long Break
Wah, blog saya terlantar.
Ngomong-ngomong, saya sudah mulai membuat daftar resolusi tahun 2011.
Tidak terasa, sebentar lagi tahun baru.
Oke, nanti saya pasti update lagi.
Secepatnya.
;)
Keep visiting!
Ngomong-ngomong, saya sudah mulai membuat daftar resolusi tahun 2011.
Tidak terasa, sebentar lagi tahun baru.
Oke, nanti saya pasti update lagi.
Secepatnya.
;)
Keep visiting!
Saturday, November 27, 2010
Wednesday, November 24, 2010
Monday, November 22, 2010
Sebagai Diri Saya Sendiri
Ya, beberapa hari ini tulisan saya memang agak tersendat, disebabkan karena berbagai hal yang membuat saya harus mengetik, lalu menghapus, lalu mengetik lagi, dan kemudian menghapusnya lagi. Berulang-ulang hal tersebut saya lakukan sehingga membuat saya jenuh. Saya pun akhirnya memutuskan untuk menulis semampunya (baca: bisa dibilang agak asal-asalan). Toh saya lihat, tidak terlalu banyak yang membaca blog saya. Entah lah, terkadang saya merasa saya kurang bisa membuat orang tertarik untuk mengunjungi blog saya. Untuk pertama kali mungkin orang tertarik, tapi saya tidak bisa membuat si pengunjung tertarik membaca untuk yang kedua kalinya.
Saya memang sangat tertarik dalam bidang sosial politik. Sebisa mungkin saya menuangkan pemikiran saya dalam kalimat-kalimat baik, walaupun masih amatir. Walaupun bahasanya masih berbelit-belit tapi di situ-situ saja. Walaupun bahasanya (mungkin) bagus tapi isinya.. Nol.
Mungkin belakangan ini memang posting saya terlihat lebih serius, dan penuh. Maksudnya penuh adalah.. Isinya hanya tulisan. Paragraf-paragraf padat yang di dalamnya terkadang saya tambahkan kata-kata kajian yang (seakan-akan) memperindah kalimat. Tidak tau juga sih, saya hanya suka menulis. Saya suka sekali mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pemikiran saya terhadap dunia luar melalui tulisan di blog ini. Tapi, kenapa (yang saya rasa) saya hanya di situ-situ saja? Tidak maju, tidak naik. Tidak ke mana-mana.
Saya memang sangat tertarik dalam bidang sosial politik. Sebisa mungkin saya menuangkan pemikiran saya dalam kalimat-kalimat baik, walaupun masih amatir. Walaupun bahasanya masih berbelit-belit tapi di situ-situ saja. Walaupun bahasanya (mungkin) bagus tapi isinya.. Nol.
Mungkin belakangan ini memang posting saya terlihat lebih serius, dan penuh. Maksudnya penuh adalah.. Isinya hanya tulisan. Paragraf-paragraf padat yang di dalamnya terkadang saya tambahkan kata-kata kajian yang (seakan-akan) memperindah kalimat. Tidak tau juga sih, saya hanya suka menulis. Saya suka sekali mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pemikiran saya terhadap dunia luar melalui tulisan di blog ini. Tapi, kenapa (yang saya rasa) saya hanya di situ-situ saja? Tidak maju, tidak naik. Tidak ke mana-mana.
Jika dilihat dari postingan lama saya (a few months back), dulu saya lebih sering menulis tentang dunia hiburan, filosofi kehidupan, dan berbagai fakta fiktif (ya, seperti fakta yang saya simpulkan sendiri) dalam hidup. Seringkali saya menampilkan foto-foto hasil jepretan saya, mendeskripsikannya satu persatu, memberi judul yang (sok) puitis, dan lainnya.
Saya suka kedua perbedaaan cara menulis saya itu. Tapi sepertinya, keduanya tidak membawa dampak apa-apa bagi blog saya (baca: bagi jumlah pengunjung dan pembacanya). Mungkin saya tidak perlu terlalu serius, tidak perlu memasang target (memang tidak pernah sih), tidak perlu lihat-lihat blog saya melulu, dan sebagainya. Tapi, kesimpulannya cuma.. Saya butuh komentar dari kalian semua, pengunjung, pembaca, dan bloggers lainnya. Alasan saya bicara begini, karena saya.. Sangat menyukai bidang ini, ingin menggeluti bidang ini (amin), ingin berkembang, dan ingin maju. Selama ini saya kurang bisa mengoreksi karya-karya yang telah saya buat di sini. Saya tidak tau tolak ukurnya. Mungkin karena saya tidak tau seberapa bagus atau seberapa jelek karya saya itu di mata orang lain.
Mungkin perlu saya tutup di sini saja.
Oh ya, hari Sabtu lalu (20/11), saya baru saja menyaksikan penampilan musisi-musisi dua generasi berbeda dalam acara Djakarta Artmosphere 2010. Tahun lalu saya juga datang. Bagus, banyak kolaborasi antar generasi yang menghidupkan suasana. Senangnya, saya bisa foto-foto sesuka hati, walaupun saya pendek (karena dapat tempat berdiri paling depan). Jadi sepertinya, untuk beberapa posting ke depan, isinya tentang DjakSphere 2010 ;) Saya menikmati menulis dan menampilkan (baca: seperti memamerkan) hasil foto saya di sini. Istilahnya, ini benar-benar hidup saya. Saya menikmatinya seperti saya menikmati kopi Arabica warung sebelah.
Ya, kali ini benar-benar akan saya tutup. Saya minta maaf ya kalau ini agak mengganggu. Saya juga minta maaf atas semua posting saya yang mengganggu, hehehe. Satu lagi, saya tidak pernah menolah kritik dan saran, ya. Hanya saja mungkin saya suka menjawab komentar tersebut dengan argumen saya sendiri, tapi saya tidak bermaksud menolak komentar kalian. Patut diingat ;)
Terimakasih, sampai jumpa.
Saya suka kedua perbedaaan cara menulis saya itu. Tapi sepertinya, keduanya tidak membawa dampak apa-apa bagi blog saya (baca: bagi jumlah pengunjung dan pembacanya). Mungkin saya tidak perlu terlalu serius, tidak perlu memasang target (memang tidak pernah sih), tidak perlu lihat-lihat blog saya melulu, dan sebagainya. Tapi, kesimpulannya cuma.. Saya butuh komentar dari kalian semua, pengunjung, pembaca, dan bloggers lainnya. Alasan saya bicara begini, karena saya.. Sangat menyukai bidang ini, ingin menggeluti bidang ini (amin), ingin berkembang, dan ingin maju. Selama ini saya kurang bisa mengoreksi karya-karya yang telah saya buat di sini. Saya tidak tau tolak ukurnya. Mungkin karena saya tidak tau seberapa bagus atau seberapa jelek karya saya itu di mata orang lain.
Mungkin perlu saya tutup di sini saja.
Oh ya, hari Sabtu lalu (20/11), saya baru saja menyaksikan penampilan musisi-musisi dua generasi berbeda dalam acara Djakarta Artmosphere 2010. Tahun lalu saya juga datang. Bagus, banyak kolaborasi antar generasi yang menghidupkan suasana. Senangnya, saya bisa foto-foto sesuka hati, walaupun saya pendek (karena dapat tempat berdiri paling depan). Jadi sepertinya, untuk beberapa posting ke depan, isinya tentang DjakSphere 2010 ;) Saya menikmati menulis dan menampilkan (baca: seperti memamerkan) hasil foto saya di sini. Istilahnya, ini benar-benar hidup saya. Saya menikmatinya seperti saya menikmati kopi Arabica warung sebelah.
Ya, kali ini benar-benar akan saya tutup. Saya minta maaf ya kalau ini agak mengganggu. Saya juga minta maaf atas semua posting saya yang mengganggu, hehehe. Satu lagi, saya tidak pernah menolah kritik dan saran, ya. Hanya saja mungkin saya suka menjawab komentar tersebut dengan argumen saya sendiri, tapi saya tidak bermaksud menolak komentar kalian. Patut diingat ;)
Terimakasih, sampai jumpa.
Sunday, November 21, 2010
Deviasi
Saya tidak mau.
Kehilangan.
Anda.
Tapi,
Saya takut.
Saya hilang.
Entah ke mana.
Entah bagaimana.
Ich brauche dich.
Kehilangan.
Anda.
Tapi,
Saya takut.
Saya hilang.
Entah ke mana.
Entah bagaimana.
Ich brauche dich.
Monday, November 8, 2010
Paklawan-Pahlawan
Sering kali saya membuat pengertian akan sesuatu berdasarkan kata itu terlebih dahulu. Entah bahasa apapun itu. Saya pasti akan lihat kata dasarnya yang paling tidak asing di telinga maupun mata saya. Berbagai kata kajian yang baru pertama kali saya dengar sekalipun, pastinya akan saya coba kaitkan dengan kosa kata yang sudah saya kuasai di otak saya.
Baru beberapa menit lalu saya membuat suatu kesimpulan sederhana (yang mungkin sedikit konyol) tentang kepahlawanan. Berbagai hal yang terjadi belakangan ini menginspirasi saya untuk mengangkat topik kepahlawanan ini. Mulai dari berbagai tokoh bangsa yang dengan rumitnya dipersiapkan gelar kepahlawanannya. Sampai para pahlawan yang tak terhitung jumlahnya, ada di sekitar kita.
Memang sedikit konyol jika saya membuat kesimpulan seperti ini:
Kata "pahlawan" seakan diambil dari kata "paklawan" yang jika diucapkan secara perlahan, menjadi.. "Pak, lawan." Sebutan "Pak" di sini menurut saya hanyalah simbol bahwa pahlawan itu adalah seorang manusia yang pantas dihormati, namun bukan berarti hanya seseorang yang ahli atau diagungkan. Tetapi bukan berarti, sebutan pahlawan itu hanya bisa disandang oleh laki-laki. Sedangkan kata "lawan" di sini menunjukkan tindakan yang berani dilakukan oleh seseorang itu. Entah berupa apa, yang jelas tindakan tersebut merupakan tindakan konkrit yang dilakukan dengan pengorbanan. Bagi saya, kata "lawan" dalam pahlawan itu berarti berani. Berani dalam melawan segala hal, dari sisi positif. Mencakup berbagai hal seperti melawan keterbelakangan, melawan diskriminasi, melawan segala keinginan pribadi demi orang lain, melawan keterpurukkan, melawan keputusasaan, dan sebagainya. Mereka, para pahlawan.. Berani melawan keadaan yang buruk, demi suatu perubahan positif. Satu hal lagi, pahlawan tidak tertentu bidangnya. Setiap bidang bisa melahirkan pahlawannya masing-masing.
Dalam pandangan saya, sebutan pahlawan adalah sesuatu yang relatif. Bukan sesuatu yang paten atau tidak bisa berubah. Bagi setiap orang, pahlawan itu berbeda. Entah apa pahlawan itu, siapa pahlawan itu, ataupun mengapa pahlawan itu ada. Ini suatu pandangan yang benar-benar subjektif dan memang.. Tidak bisa dipaksakan menjadi suatu pandangan global. Walaupun terdapat berbagai penetapan gelar pahlawan di Indonesia, tetapi pahlawan setiap orang tetap saling berbeda. Bagi saya, ibu saya adalah pahlawan terbesar dalam hidup saya. Tetapi mungkin bagi teman-teman saya, ibu saya hanyalah seorang wanita yang sering mereka lihat sedang menjemput saya sepulang sekolah. Setiap orang memililki persepsinya masing-masing. Setiap orang memiliki pahlawannya masing-masing, yang lahir dari dunia.. Dan otaknya sendiri.
Sebut saja para tokoh bangsa kita, seperti alm. Soeharto, yang baru saja diberi gelar pahlawan, karena telah membangun negeri ini selama masa Orde Baru. Meskipun terdapat berbagai penyimpangan dan kekacauan, tetapi setidaknya Beliau pernah membawa Indonesia menuju tingkat jaya. Yang ingin saya tekankan di sini adalah, gelar pahlawan itu kesannya.. Sangat dipersiapkan dan (memang) mengalami proses yang sedikit bertele-tele.
Saya cukup menghargai usaha negara untuk menunjukkan suatu apresiasi terhadap seseorang yang telah berjasa bagi negara kita. Hal tersebut mungkin mirip dengan apa yang dilakukan dunia kepada Liu Xiaubo, tokoh prodemokrasi Cina yang meraih nobel perdamaian 2010. Saya sangat menghargai bagaimana negara kita mencoba untuk menghayati sisi kepahlawanan seseorang.
Tetapi, sayangnya terkadang hal-hal tersebut membentuk pemikiran seseorang dengan cara yang (menurut saya), kurang tepat.
Sepertinya bagi saya, kata pahlawan lebih tepat disebut dalam kata sifat. Sifat kepahlawanan. Karena setiap orang memiliki sifat tersebut, yang tentunya tidak menutup kemungkinan seseorang menjadi pahlawan bagi orang lain, atau bagi dirinya sendiri. Seperti lagu dari seorang penyanyi senior, Mariah Carey yang berjudul Hero. Pada lagu itu terbilang "there's a hero, when you look inside your heart." Saya mengambil kesimpulan bahwa setiap orang memiliki sifat tersebut dalam dirinya.
Sifat kepahlawanan itu awalnya dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini. Hanya tergantung bagaimana setiap individu mempergunakannya dan menjalani hidupnya dengan sifat kepahlawanannya itu. Saat seseorang sudah mampu dan berani menunjukkan sifatnya itu secara konkrit. Saat seseorang itu sudah berani melawan dengan aura positif. Saat seseorang itu pantas dihargai, dan dihormati usahanya.. Ia menjadi pahlawan. Sifat kepahlawanan itu pun dapat berubah-ubah. Kembali lagi, semuanya tergantung pada pemilik sifat tersebut. Tergantung sejauh mana si pemilik sifat itu mau dan mampu menunjukkannya secara nyata. Ada proses, ada kesimpulan.
Saya pun berani mengatakan bahwa pahlawan yang perlu saya acungkan ibu jari adalah para relawan. Entah relawan apa, di mana, dan siapa. Mereka rela berkorban demi sesuatu yang mungkin merugikan mereka. Mereka yang terjun langsung dalam dunia pendidikan rakyat kecil. Mereka yang terjun langsung dalam bidang kesehatan masyarakat kurang mampu. Mereka yang mau terlibat langsung dengan bahaya bencana alam. Mereka yang mau melawan keinginan pribadi mereka untuk memenuhi kebutuhan orang lain terlebih dahulu.
Secara khusus saya dedikasikan tulisan ini untuk mereka, para relawan yang membantu korban-korban bencana alam di beberapa daerah di Indonesia. Antara lain adalah bencana Merapi, banjir bandang Wasior, dan tsunami di Mentawai. Walaupun saya tidak bisa banyak membantu dalam bentuk materi, ataupun terjun langsung, saya akan selalu bantu dengan doa.
Comments are still expected ;)
Baru beberapa menit lalu saya membuat suatu kesimpulan sederhana (yang mungkin sedikit konyol) tentang kepahlawanan. Berbagai hal yang terjadi belakangan ini menginspirasi saya untuk mengangkat topik kepahlawanan ini. Mulai dari berbagai tokoh bangsa yang dengan rumitnya dipersiapkan gelar kepahlawanannya. Sampai para pahlawan yang tak terhitung jumlahnya, ada di sekitar kita.
Memang sedikit konyol jika saya membuat kesimpulan seperti ini:
Kata "pahlawan" seakan diambil dari kata "paklawan" yang jika diucapkan secara perlahan, menjadi.. "Pak, lawan." Sebutan "Pak" di sini menurut saya hanyalah simbol bahwa pahlawan itu adalah seorang manusia yang pantas dihormati, namun bukan berarti hanya seseorang yang ahli atau diagungkan. Tetapi bukan berarti, sebutan pahlawan itu hanya bisa disandang oleh laki-laki. Sedangkan kata "lawan" di sini menunjukkan tindakan yang berani dilakukan oleh seseorang itu. Entah berupa apa, yang jelas tindakan tersebut merupakan tindakan konkrit yang dilakukan dengan pengorbanan. Bagi saya, kata "lawan" dalam pahlawan itu berarti berani. Berani dalam melawan segala hal, dari sisi positif. Mencakup berbagai hal seperti melawan keterbelakangan, melawan diskriminasi, melawan segala keinginan pribadi demi orang lain, melawan keterpurukkan, melawan keputusasaan, dan sebagainya. Mereka, para pahlawan.. Berani melawan keadaan yang buruk, demi suatu perubahan positif. Satu hal lagi, pahlawan tidak tertentu bidangnya. Setiap bidang bisa melahirkan pahlawannya masing-masing.
Dalam pandangan saya, sebutan pahlawan adalah sesuatu yang relatif. Bukan sesuatu yang paten atau tidak bisa berubah. Bagi setiap orang, pahlawan itu berbeda. Entah apa pahlawan itu, siapa pahlawan itu, ataupun mengapa pahlawan itu ada. Ini suatu pandangan yang benar-benar subjektif dan memang.. Tidak bisa dipaksakan menjadi suatu pandangan global. Walaupun terdapat berbagai penetapan gelar pahlawan di Indonesia, tetapi pahlawan setiap orang tetap saling berbeda. Bagi saya, ibu saya adalah pahlawan terbesar dalam hidup saya. Tetapi mungkin bagi teman-teman saya, ibu saya hanyalah seorang wanita yang sering mereka lihat sedang menjemput saya sepulang sekolah. Setiap orang memililki persepsinya masing-masing. Setiap orang memiliki pahlawannya masing-masing, yang lahir dari dunia.. Dan otaknya sendiri.
Sebut saja para tokoh bangsa kita, seperti alm. Soeharto, yang baru saja diberi gelar pahlawan, karena telah membangun negeri ini selama masa Orde Baru. Meskipun terdapat berbagai penyimpangan dan kekacauan, tetapi setidaknya Beliau pernah membawa Indonesia menuju tingkat jaya. Yang ingin saya tekankan di sini adalah, gelar pahlawan itu kesannya.. Sangat dipersiapkan dan (memang) mengalami proses yang sedikit bertele-tele.
Saya cukup menghargai usaha negara untuk menunjukkan suatu apresiasi terhadap seseorang yang telah berjasa bagi negara kita. Hal tersebut mungkin mirip dengan apa yang dilakukan dunia kepada Liu Xiaubo, tokoh prodemokrasi Cina yang meraih nobel perdamaian 2010. Saya sangat menghargai bagaimana negara kita mencoba untuk menghayati sisi kepahlawanan seseorang.
Tetapi, sayangnya terkadang hal-hal tersebut membentuk pemikiran seseorang dengan cara yang (menurut saya), kurang tepat.
Sepertinya bagi saya, kata pahlawan lebih tepat disebut dalam kata sifat. Sifat kepahlawanan. Karena setiap orang memiliki sifat tersebut, yang tentunya tidak menutup kemungkinan seseorang menjadi pahlawan bagi orang lain, atau bagi dirinya sendiri. Seperti lagu dari seorang penyanyi senior, Mariah Carey yang berjudul Hero. Pada lagu itu terbilang "there's a hero, when you look inside your heart." Saya mengambil kesimpulan bahwa setiap orang memiliki sifat tersebut dalam dirinya.
Sifat kepahlawanan itu awalnya dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini. Hanya tergantung bagaimana setiap individu mempergunakannya dan menjalani hidupnya dengan sifat kepahlawanannya itu. Saat seseorang sudah mampu dan berani menunjukkan sifatnya itu secara konkrit. Saat seseorang itu sudah berani melawan dengan aura positif. Saat seseorang itu pantas dihargai, dan dihormati usahanya.. Ia menjadi pahlawan. Sifat kepahlawanan itu pun dapat berubah-ubah. Kembali lagi, semuanya tergantung pada pemilik sifat tersebut. Tergantung sejauh mana si pemilik sifat itu mau dan mampu menunjukkannya secara nyata. Ada proses, ada kesimpulan.
Saya pun berani mengatakan bahwa pahlawan yang perlu saya acungkan ibu jari adalah para relawan. Entah relawan apa, di mana, dan siapa. Mereka rela berkorban demi sesuatu yang mungkin merugikan mereka. Mereka yang terjun langsung dalam dunia pendidikan rakyat kecil. Mereka yang terjun langsung dalam bidang kesehatan masyarakat kurang mampu. Mereka yang mau terlibat langsung dengan bahaya bencana alam. Mereka yang mau melawan keinginan pribadi mereka untuk memenuhi kebutuhan orang lain terlebih dahulu.
Secara khusus saya dedikasikan tulisan ini untuk mereka, para relawan yang membantu korban-korban bencana alam di beberapa daerah di Indonesia. Antara lain adalah bencana Merapi, banjir bandang Wasior, dan tsunami di Mentawai. Walaupun saya tidak bisa banyak membantu dalam bentuk materi, ataupun terjun langsung, saya akan selalu bantu dengan doa.
Comments are still expected ;)
Sunday, November 7, 2010
Berdoa II
Mereka semua membutuhkan doa kita.
Walaupun tidak bisa membantu dalam bentuk materi atau terjun langsung,
setidaknya.. Kita sudah membantu menyampaikan permohonan pada Tuhan.
Nanti-nanti saya akan update lagi. Maaf.
Walaupun tidak bisa membantu dalam bentuk materi atau terjun langsung,
setidaknya.. Kita sudah membantu menyampaikan permohonan pada Tuhan.
Nanti-nanti saya akan update lagi. Maaf.
Saturday, October 30, 2010
Kuantitas vs Kualitas
Entah di negara mana pun juga, kondisi suatu negara akan bidang tertentu ditentukan oleh data yang bersifat kuantitatif serta dapat dibandingkan secara jelas besar atau tingkatannya satu dengan yang lain. Secara sederhana, kita terlalu sering menggunakan angka. Bahkan selama jenjang pendidikan sekalipun, segala jenis kualitas sesuatu ditentukan oleh angka. Ya, secara kualitatif.
Mungkin salah satu tujuannya adalah, untuk mempermudah penampilan data yang dapat dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Tetapi masalahnya adalah, sepertinya negara kita selalu sering menggunakan angka. Melebihi negara-negara lain yang masih mengukur keseimbangan antara kualitas dan kuantitas. Terkadang kita terlalu terpaku pada angka-angka yang menunjukkan suatu kondisi atau tingkatan suatu bidang tertentu. Tingkat kemiskinan misalnya, yang menurut sumber besarnya sekitar 14,15%. Yang lebih sederhana lagi, misalnya seorang pelajar SMU mendapat nilai 9 untuk pelajaran Sosiologinya.
Yang saya permasalahkan di sini adalah, bagaimana angka-angka tersebut menentukan sebuah kualitas akan sesuatu?
Apakah angka kemiskinan yang tertera di atas menunjukkan bahwa kualitas masyarakat Indonesia (secara finansial) di luar 14,15% itu, baik?
Sebenarnya saya juga masih belum mantap akan tulisan ini. Masih rancu. Tetapi ada saja di benak saya bahwa kita terkadang terlalu dibudaki oleh angka-angka satu hingga sembilan yang mengelilingi kepala. Komentar ada saya tunggu.
Mungkin salah satu tujuannya adalah, untuk mempermudah penampilan data yang dapat dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Tetapi masalahnya adalah, sepertinya negara kita selalu sering menggunakan angka. Melebihi negara-negara lain yang masih mengukur keseimbangan antara kualitas dan kuantitas. Terkadang kita terlalu terpaku pada angka-angka yang menunjukkan suatu kondisi atau tingkatan suatu bidang tertentu. Tingkat kemiskinan misalnya, yang menurut sumber besarnya sekitar 14,15%. Yang lebih sederhana lagi, misalnya seorang pelajar SMU mendapat nilai 9 untuk pelajaran Sosiologinya.
Yang saya permasalahkan di sini adalah, bagaimana angka-angka tersebut menentukan sebuah kualitas akan sesuatu?
Apakah angka kemiskinan yang tertera di atas menunjukkan bahwa kualitas masyarakat Indonesia (secara finansial) di luar 14,15% itu, baik?
Sebenarnya saya juga masih belum mantap akan tulisan ini. Masih rancu. Tetapi ada saja di benak saya bahwa kita terkadang terlalu dibudaki oleh angka-angka satu hingga sembilan yang mengelilingi kepala. Komentar ada saya tunggu.
Friday, October 29, 2010
Berdoa
Mari kita berdoa untuk Indonesia.
Untuk bencana, terutama.
Oh ya, hari ini hari peringatan Sumpah Pemuda.
Berjanjilah, kita akan ubah keadaan negara ini suatu saat nanti.
Jangan hanya berjanji, tetapi.. Tepati.
Saya juga, tentunya.
Untuk bencana, terutama.
Oh ya, hari ini hari peringatan Sumpah Pemuda.
Berjanjilah, kita akan ubah keadaan negara ini suatu saat nanti.
Jangan hanya berjanji, tetapi.. Tepati.
Saya juga, tentunya.
Sunday, October 24, 2010
One Reason Why School Rocks
Greenlite is the name. Our band. In our beloved school ;)
Well I had been spending these days with them to rehearse for a competition, which made us won the 3rd place. We usually rehearse every Monday, but there are lots of events we perform on these days, so we practice more.
(right to left) Nina keyboard, Erin bass, Manda and Riska vocals, Nyssa drum, Me guitar, Anggra guitar. Well these aren't all of Greenlite's members, here are just the 7 of all of us.
Cold Beers, Cigarettes, and The Blues
Jakarta Blues Festival
I came on Saturday, 16th of October 2010.
Nothin' but the blues.
I was there for about 6-7 hours. But the thing is I just got in the crowd of 4 performances. I heard some of the others, and they were all great. Unfortunately, I didn't get any chance to see Rama Satria and The Electric Mojos with Lance Lopez on Friday, 15th of Oct.
I came on Saturday, 16th of October 2010.
Nothin' but the blues.
I was there for about 6-7 hours. But the thing is I just got in the crowd of 4 performances. I heard some of the others, and they were all great. Unfortunately, I didn't get any chance to see Rama Satria and The Electric Mojos with Lance Lopez on Friday, 15th of Oct.
Jakarta Broadway Team
Well I know they don't play Blues but they were great. One of them was graduated from my school, St Ursula SHS. And the photo above is probably the only one that looks better than the others.
Soulmate
They're from Shillong, India. They're Rudy Wallang and Tipriti K. Bangar. They both sing and know how to show the magic of Blues but for me.. Tips (that's how Tipriti makes her name shorter) surely knows how to entertain people. I even still love her voice when she's screaming like.. "Aww!". Remarkable.
Well I know they don't play Blues but they were great. One of them was graduated from my school, St Ursula SHS. And the photo above is probably the only one that looks better than the others.
Soulmate
They're from Shillong, India. They're Rudy Wallang and Tipriti K. Bangar. They both sing and know how to show the magic of Blues but for me.. Tips (that's how Tipriti makes her name shorter) surely knows how to entertain people. I even still love her voice when she's screaming like.. "Aww!". Remarkable.
The S.I.G.I.T
I didn't get any good pictures of all of the members because I was in crowd and I'm not as tall as the others there. It quite irritated me but as long as I can still enjoy the music, it doesn't count as a problem. Well above is the photo of Rekti. As usual, they successfully made everyone shook their head to the beat.
Gugun Blues Shelter
Above is the pic of Gugun and Jono. Actually I got some good pics of them, but I'm not going to post all of them here. Oh man, I have no words to describe their performance. They're just too.. Awesome.
More photos on my facebook.
And oh, the last one, about the title. I didn't drink, and I didn't smoke.
I didn't get any good pictures of all of the members because I was in crowd and I'm not as tall as the others there. It quite irritated me but as long as I can still enjoy the music, it doesn't count as a problem. Well above is the photo of Rekti. As usual, they successfully made everyone shook their head to the beat.
Gugun Blues Shelter
Above is the pic of Gugun and Jono. Actually I got some good pics of them, but I'm not going to post all of them here. Oh man, I have no words to describe their performance. They're just too.. Awesome.
More photos on my facebook.
And oh, the last one, about the title. I didn't drink, and I didn't smoke.
Monday, October 18, 2010
Sebegitu Rentan
Aku berbicara.
Aku mengadu.
Sebegitu rapuhnya, aku mengaku.
Aku satu dari gelondongan kayu hasil tebang ilegal
Sebegitu rentannya.
Ya, sebegitunya rentannya.
Semuanya dingin.
Mereka adalah es-es abadi.
Kalian adalah es-es abadi. Kamu juga.
Semua. Dingin. Aku kalah.
Sebegitu rapuhnya.
Belajarlah. Mengertilah.
Tolong.
Aku mengadu.
Sebegitu rapuhnya, aku mengaku.
Aku satu dari gelondongan kayu hasil tebang ilegal
Sebegitu rentannya.
Ya, sebegitunya rentannya.
Semuanya dingin.
Mereka adalah es-es abadi.
Kalian adalah es-es abadi. Kamu juga.
Semua. Dingin. Aku kalah.
Sebegitu rapuhnya.
Belajarlah. Mengertilah.
Tolong.
Wednesday, September 22, 2010
Perempuan, Tangga, dan Laki-laki
Belakangan ini makin banyak hal yang timbul di otak gue. Yang pengen gue tulis dari kemaren-kemaren, bulan-bulan lalu, tapi susah banget buat membuatnya mengalir. Makanya hari ini gue memilih pakai bahasa santai aja lah. Nggak pake saya-sayaan, atau kata baku yang sesuati EYD Bahasa Indonesia yang terlalu berat dan ribet. Yang penting.. (semoga) berisi. Seperti pada post gue sebelum-sebelumnya, gue ingin banget menulis sesuatu tentang wanita. Tentang bagaimana pemberdayaan wanita antara sekarang dan dulu, perkembangan, aktivitas, derajatnya, dan segala macamnya lah. Tapi sebenarnya, gue masih bingung harus mulai dari mana. Rasanya emang cukup sulit buat gue buat menuangkan semua hal yang ada di kepala gue.
Mungkin lebih baik gue awali dari masa lalu. Dari sedikit sejarah yang gue ingat dan yang menurut gue, penting buat diingat.
1. Ratu Sima dari Kerajaan Holing/Kalingga (kerajaan Hindu) pada abad ke 5. Seorang Ratu pemimpin kerajaan yang sangat tegas dan bijaksana. Beliau mampu membawa kerajaannya itu menuju kemakmuran dan kesejahteraan yang dirasakan oleh rakyatnya.
2. Cut Nyak Dien. Pejuang asal Aceh yang mewarisi sifat pejuang dari Ayahnya, dan dengan semangat melanjutkan perjuangan suami pertamanya. Setelah suami pertamanya wafat, Beliau menikah lagi dengan Teuku Umar yang terkenal sebagai pengacau Belanda. Alasan Cut Nyak Dien menikah lagi ialah untuk menemukan orang yang mau membantunya dalam melawan Belanda. Hingga suatu saat Teuku Umar gugur, seiring dengan Cut Nyak Dien yang menua. Tetapi semangatnya tidak pernah padam. Sebisa mungkin ia terus berjuang demi membebaskan bangsa kita dari kolonialisme. Hingga akhirnya Beliau wafat di pengasingan. Beliau berani bertarung nyawa demi bangsa.
2. Cut Nyak Dien. Pejuang asal Aceh yang mewarisi sifat pejuang dari Ayahnya, dan dengan semangat melanjutkan perjuangan suami pertamanya. Setelah suami pertamanya wafat, Beliau menikah lagi dengan Teuku Umar yang terkenal sebagai pengacau Belanda. Alasan Cut Nyak Dien menikah lagi ialah untuk menemukan orang yang mau membantunya dalam melawan Belanda. Hingga suatu saat Teuku Umar gugur, seiring dengan Cut Nyak Dien yang menua. Tetapi semangatnya tidak pernah padam. Sebisa mungkin ia terus berjuang demi membebaskan bangsa kita dari kolonialisme. Hingga akhirnya Beliau wafat di pengasingan. Beliau berani bertarung nyawa demi bangsa.
3. Wanita yang satu ini, pasti semua orang tau. Raden Ajeng Kartini. Seorang putri asal Jepara yang sempat mengalami jauhnya kesenjangan antara derajat pria dan wanita. Beliau selalu menginginkan pendidikan, dan tentunya pendidikan yang juga diperuntukkan bagi semua perempuan di Indonesia. Intinya, kesetaraan gender. Hal tersebut Beliau usahakan dengan memulai membangun sekolah-sekolah, yang pada akhirnya diikuti oleh perempuan-perempuan di daerah lainnya. Beliau juga berhasil mendapatkan beasiswa di Belanda, walaupun terhalang oleh kedua orangtuanya. Kartini selalu menolak pemikiran sempit yang konservatif. Beliau adalah pahlawan sejati, yang juga berani serta cerdas. Sebagai perintis, Kartini diikuti oleh banyak wanita lain yang juga mendambakan keadilan bagi perempuan di Indonesia. Siti Roehana Koedoes, salah satunya. Seorang pejuang asal Sumatera Barat yang melakukan hal sejalan dengan apa yang telah dilakukan Kartini.
Gue yakin 3 contoh wanita pejuang di atas bisa menjadi dasar dari argumen-argumen yang ada di otak gue yang udah nggak sabar pengen meledak. Mungkin pertama-tama gue perlu bersyukur dulu sekarang, karena gue hidup di dunia yang sudah maju. Emansipasi wanita yang sudah berlangsung cukup lama. Dan gue tinggal menikmati hal tersebut. Tapi gue belum melihat keseteraan gender itu benar-benar ada. Menurut gue, sampai sekarang perempuan masih dipandang rendah. Tetapi mungkin hanya saja pandangan rendah itu sekarang beda. Masih ada sisa-sisa penggalan masa lalu yang menggambarkan sebuah tangga antara posisi perempuan dan laki-laki. Tentunya, kami (perempuan) berada di bawah.
Berikut beberapa poin yang ingin gue ungkapkan (agak random sih);
1. Kepemimpinan yang Bersifat Patriakhial. Ada banyak sekali perempuan yang memiliki potensi mendalam, bahkan melebihi laki-laki. Dalam bidang apapun. Dalam konteks ini, gue buat singkat aja. Perempuan itu terlalu direndahkan dalam hal memimpin. Perempuan identik sebagai pengikut yang tidak bisa membuat suatu perintah tegas atau instruksi yang padat dan jelas. Perempuan identik dengan sebutan 'si lemah' yang hanya bisa jadi anak buah. Contoh sederhananya adalah ketika Pemilu 1999 .Yang seharusnya menjadi presiden adalah Megawati (PDI-P menang -mutlak). Tetapi dengan alasan bahwa Beliau adalah wanita, maka yang diangkat menjadi presiden adalah Gus Dur. Sebuah keputusan yang konyol. Sudah diadakan Pemilu, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan suara rakyat hanya dengan alasan bodoh. Kalau kita lihat dalam sejarah, bukankah pemimpin wanita itu hebat? Malahan, Indonesia (seakan) mengalami kemunduran tanpa wanita-wanita hebat itu.
2. Pekerjaan dan Pencari Nafkah. Sulit sekali ya membuktikan bahwa perempuan juga bisa bekerja dengan tingkatan yang sama (bahkan melebihi) pria. Seringkali para istri diremehkan. Dianggap rendah hanya karena menjadi ibu rumah tangga, tetapi tidak dizinkan bekerja. Menjadi ibu rumah tangga dikira orang hanya sekedar membersihkan rumah, memasak, mencuci piring dan baju, mengurus anak, menyiram tanaman, dan sebagainya. Jika ditelusuri, pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang paling membosankan dan menyebalkan bagi para istri yang hanya di rumah. Bayangkan saja, seorang istri hanya sendirian di rumah, melakukan pekerjaan rumah yang tiada habisnya, tetapi.. tidak dibayar. Memang, suami mencari nafkah. Ada uang. Tetapi, apa semua suami punya kesadaran dan tanggung jawab? Ketika suami nggak bekerja, sementara ada 2 anak, ada kebutuhan, bagaimana? Jawabannya, istri yang mencari nafkah, merangkap menjadi ibu rumah tangga, juga. Seringkali pula, perempuan dianggap tidak pantas bekerja dan menghasilkan uang untuk rumah tangga, maupun untuk dirinya sendiri. Alasannya, karena wanita memiliki anak yang menjadi tanggung jawab wanita sepenuhnya. Kita semua terlalu banyak terbawa tradisi. Gue harus akui bahwa hal tersebut masih berlaku keras bagi sejumlah perempuan di Indonesia.
3. Harga Diri. Perempuan dianggap rendah. Murah. Hal ini begitu terlihat jika kita mulai mengarah ke topik pemuas birahi pria. Pekerja seks komersial, yang tubuhnya dijual dan dijadikan 'alat' sekelompok pria tidak berhati untuk melampiaskan nafsunya. Gue merinding dengernya. Mungkin ini (gue akui) adalah salah satu kekurangan perempuan di Indonesia juga. Yang rela melakukan apa saja demi dapat uang. Tapi, setidaknya, bukannya harusnya ada suatu perlindungan untuk perempuan? Kita semua punya masa depan yang harusnya cerah, bukannya masa depan yang disobek-sobek oleh pria. Yang kedua adalah, tindakan kriminal. Pemerkosaan, yang menurut gue adalah sesuatu yang melebihi kiamat buat wanita. Begitu mudah seorang lelaki memenuhi kepuasannya dengan sesaat mencuri mahkota seorang gadis muda yang jalannya (seharusnya) masih panjang. Tragis. Kejam. Gue nggak habis pikir, melihat mereka yang tidak punya hati. Atau tidak punya otak? Dan seringkali pula para korban pemerkosaan itu kurang mendapat perlindungan dari pihak yang (katanya) berwajib. Diinterogasi, ditanya-tanya dengan tidak memikirkan perasaan korban tersebut. Ujung-ujungnya, kesimpulannya itu semua adalah salah si korban. Lagi-lagi, perempuan yang dirugikan.
4. Fisik. Perempuan seringkali dianggap lebih rentan dibanding laki-laki. Dianggap lebih lemah dalam hal fisik. Perempuan dinggap tidak memiliki stamina sebanyak laki-laki. Mungkin memang benar. Tetapi gue masih melihat bahwa hal tersebut menjadi suatu kekurangan perempuan yang ditonjolkan oleh kebanyakan lelaki tidak berhati. Padahal jika dilihat, perempuan sejak belia melalui banyak perubahan-perubahan (pendewasaan) yang jauh lebih nggak enak dibanding laki-laki. Menstruasi yang dialami perempuan tentu bukan sesuatu yang tidak mengganggu. Disertai sakit ini itu dan berbagai distraksi yang bisa membuat perempuan berubah-ubah mood dan perasaan. Sedangkan laki-laki, mengalami proses pendewasaan yang merangsang dan melibatkan rasa nikmat baginya. Selain itu, perempuan akan mengandung. Berbagai gejala yang tidak enak, kemudian beratnya badan yang dibawa ke mana-mana saat kandungan semakin besar, dan pada saat melahirkan. Perempuan berada di antara hidup dan mati. Kalaupun bisa selamat, ia pun akan memikirkan bayinya terlebih dulu. Sedangkan laki-laki?
Mungkin tulisan ini agak terdengar seperti pelecehan terhadap laki-laki. Tapi gue nggak peduli. Kalau perempuan dilecehkan secara fisik, kali ini gue cuma memberi kritikan melalui tulisan. Yang nggak ada apa-apanya bila dibandingkan pemerkosaan. Gue bukannya mengeneralisasi bahwa laki-laki itu semuanya tidak berhati. Gue hanya menulis apa yang menurut gue masih terjadi sampai sekarang.
Entah kenapa gue lagi menggebu-gebu jika bicara tentang topik ini. Apalagi karena tadi, salah satu guru di SMA gue saat lagi ngajar, tiba-tiba melencengkan topik ke arah kesenjangan gender. Dan beliau pun mengutip suatu pertanyaan dari sebuah majalah kaum feminis, yaitu..
"Apa perempuan itu?"
Bukan 'siapa', tetapi 'APA'. Karena kami dijadikan objek. Sebab selama ini kami belum mendapat hak yang penuh untuk melakukan sesuatu untuk diri kami sendiri, Indonesia, dan dunia.
Gue butuh pendapat kalian. So, comments are reallyyyyy expected! ;)
Gue yakin 3 contoh wanita pejuang di atas bisa menjadi dasar dari argumen-argumen yang ada di otak gue yang udah nggak sabar pengen meledak. Mungkin pertama-tama gue perlu bersyukur dulu sekarang, karena gue hidup di dunia yang sudah maju. Emansipasi wanita yang sudah berlangsung cukup lama. Dan gue tinggal menikmati hal tersebut. Tapi gue belum melihat keseteraan gender itu benar-benar ada. Menurut gue, sampai sekarang perempuan masih dipandang rendah. Tetapi mungkin hanya saja pandangan rendah itu sekarang beda. Masih ada sisa-sisa penggalan masa lalu yang menggambarkan sebuah tangga antara posisi perempuan dan laki-laki. Tentunya, kami (perempuan) berada di bawah.
Berikut beberapa poin yang ingin gue ungkapkan (agak random sih);
1. Kepemimpinan yang Bersifat Patriakhial. Ada banyak sekali perempuan yang memiliki potensi mendalam, bahkan melebihi laki-laki. Dalam bidang apapun. Dalam konteks ini, gue buat singkat aja. Perempuan itu terlalu direndahkan dalam hal memimpin. Perempuan identik sebagai pengikut yang tidak bisa membuat suatu perintah tegas atau instruksi yang padat dan jelas. Perempuan identik dengan sebutan 'si lemah' yang hanya bisa jadi anak buah. Contoh sederhananya adalah ketika Pemilu 1999 .Yang seharusnya menjadi presiden adalah Megawati (PDI-P menang -mutlak). Tetapi dengan alasan bahwa Beliau adalah wanita, maka yang diangkat menjadi presiden adalah Gus Dur. Sebuah keputusan yang konyol. Sudah diadakan Pemilu, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan suara rakyat hanya dengan alasan bodoh. Kalau kita lihat dalam sejarah, bukankah pemimpin wanita itu hebat? Malahan, Indonesia (seakan) mengalami kemunduran tanpa wanita-wanita hebat itu.
2. Pekerjaan dan Pencari Nafkah. Sulit sekali ya membuktikan bahwa perempuan juga bisa bekerja dengan tingkatan yang sama (bahkan melebihi) pria. Seringkali para istri diremehkan. Dianggap rendah hanya karena menjadi ibu rumah tangga, tetapi tidak dizinkan bekerja. Menjadi ibu rumah tangga dikira orang hanya sekedar membersihkan rumah, memasak, mencuci piring dan baju, mengurus anak, menyiram tanaman, dan sebagainya. Jika ditelusuri, pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang paling membosankan dan menyebalkan bagi para istri yang hanya di rumah. Bayangkan saja, seorang istri hanya sendirian di rumah, melakukan pekerjaan rumah yang tiada habisnya, tetapi.. tidak dibayar. Memang, suami mencari nafkah. Ada uang. Tetapi, apa semua suami punya kesadaran dan tanggung jawab? Ketika suami nggak bekerja, sementara ada 2 anak, ada kebutuhan, bagaimana? Jawabannya, istri yang mencari nafkah, merangkap menjadi ibu rumah tangga, juga. Seringkali pula, perempuan dianggap tidak pantas bekerja dan menghasilkan uang untuk rumah tangga, maupun untuk dirinya sendiri. Alasannya, karena wanita memiliki anak yang menjadi tanggung jawab wanita sepenuhnya. Kita semua terlalu banyak terbawa tradisi. Gue harus akui bahwa hal tersebut masih berlaku keras bagi sejumlah perempuan di Indonesia.
3. Harga Diri. Perempuan dianggap rendah. Murah. Hal ini begitu terlihat jika kita mulai mengarah ke topik pemuas birahi pria. Pekerja seks komersial, yang tubuhnya dijual dan dijadikan 'alat' sekelompok pria tidak berhati untuk melampiaskan nafsunya. Gue merinding dengernya. Mungkin ini (gue akui) adalah salah satu kekurangan perempuan di Indonesia juga. Yang rela melakukan apa saja demi dapat uang. Tapi, setidaknya, bukannya harusnya ada suatu perlindungan untuk perempuan? Kita semua punya masa depan yang harusnya cerah, bukannya masa depan yang disobek-sobek oleh pria. Yang kedua adalah, tindakan kriminal. Pemerkosaan, yang menurut gue adalah sesuatu yang melebihi kiamat buat wanita. Begitu mudah seorang lelaki memenuhi kepuasannya dengan sesaat mencuri mahkota seorang gadis muda yang jalannya (seharusnya) masih panjang. Tragis. Kejam. Gue nggak habis pikir, melihat mereka yang tidak punya hati. Atau tidak punya otak? Dan seringkali pula para korban pemerkosaan itu kurang mendapat perlindungan dari pihak yang (katanya) berwajib. Diinterogasi, ditanya-tanya dengan tidak memikirkan perasaan korban tersebut. Ujung-ujungnya, kesimpulannya itu semua adalah salah si korban. Lagi-lagi, perempuan yang dirugikan.
4. Fisik. Perempuan seringkali dianggap lebih rentan dibanding laki-laki. Dianggap lebih lemah dalam hal fisik. Perempuan dinggap tidak memiliki stamina sebanyak laki-laki. Mungkin memang benar. Tetapi gue masih melihat bahwa hal tersebut menjadi suatu kekurangan perempuan yang ditonjolkan oleh kebanyakan lelaki tidak berhati. Padahal jika dilihat, perempuan sejak belia melalui banyak perubahan-perubahan (pendewasaan) yang jauh lebih nggak enak dibanding laki-laki. Menstruasi yang dialami perempuan tentu bukan sesuatu yang tidak mengganggu. Disertai sakit ini itu dan berbagai distraksi yang bisa membuat perempuan berubah-ubah mood dan perasaan. Sedangkan laki-laki, mengalami proses pendewasaan yang merangsang dan melibatkan rasa nikmat baginya. Selain itu, perempuan akan mengandung. Berbagai gejala yang tidak enak, kemudian beratnya badan yang dibawa ke mana-mana saat kandungan semakin besar, dan pada saat melahirkan. Perempuan berada di antara hidup dan mati. Kalaupun bisa selamat, ia pun akan memikirkan bayinya terlebih dulu. Sedangkan laki-laki?
Mungkin tulisan ini agak terdengar seperti pelecehan terhadap laki-laki. Tapi gue nggak peduli. Kalau perempuan dilecehkan secara fisik, kali ini gue cuma memberi kritikan melalui tulisan. Yang nggak ada apa-apanya bila dibandingkan pemerkosaan. Gue bukannya mengeneralisasi bahwa laki-laki itu semuanya tidak berhati. Gue hanya menulis apa yang menurut gue masih terjadi sampai sekarang.
Entah kenapa gue lagi menggebu-gebu jika bicara tentang topik ini. Apalagi karena tadi, salah satu guru di SMA gue saat lagi ngajar, tiba-tiba melencengkan topik ke arah kesenjangan gender. Dan beliau pun mengutip suatu pertanyaan dari sebuah majalah kaum feminis, yaitu..
"Apa perempuan itu?"
Bukan 'siapa', tetapi 'APA'. Karena kami dijadikan objek. Sebab selama ini kami belum mendapat hak yang penuh untuk melakukan sesuatu untuk diri kami sendiri, Indonesia, dan dunia.
Gue butuh pendapat kalian. So, comments are reallyyyyy expected! ;)
Sunday, September 19, 2010
Hidup Fokus
Di dalam hidup ada banyak hal. Beragam. Tidak tahu apa saja. Tiap orang punya hidup yang berbeda. Tetapi, semua orang bisa memilih.
Ada prioritas.
Seperti mengatur fokus dalam kamera.
Cari prioritas, fokuskan. Walaupun hal tersebut saling memiliki kemiripan.
Yang lain buram, tetapi masih kelihatan.
Di lain waktu lagi, dipindahkan titik fokusnya.
Itu cara saya. Anda?
Ada prioritas.
Seperti mengatur fokus dalam kamera.
Cari prioritas, fokuskan. Walaupun hal tersebut saling memiliki kemiripan.
Yang lain buram, tetapi masih kelihatan.
Di lain waktu lagi, dipindahkan titik fokusnya.
Itu cara saya. Anda?
Thursday, September 9, 2010
Idul Fitri Untuk Semua
Mungkin kita perlu meneladani apa yang biasa dilakukan masyarakat Mesir. Apalagi jika dilihat dari kebiasaan yang dilakukan oleh umat Kristen Koptik dan umat Islam selama bulan Ramadhan maupun pada hari raya Idul Fitri. Di sana, populasi umat Kristen Koptik mencapai sekitar 20% dari 80 juta penduduk Mesir. Walaupun tetap termasuk minoritas, hebatnya mereka masih bisa menjalin hubungan yang baik antar satu sama lain.
Pada saat bulan Ramadhan, umat Kristen Koptik sangat menunjukkan rasa solidaritasnya terhadap umat Islam yang sedang berpuasa. Misalnya, mereka akan ikut berpuasa di tempat kerja, dan bahkan mengadakan buka puasa bersama dengan umat Islam. Gereja Kristen Koptik seringkali menjadikan hal ini suatu tradisi yang biasa disebut juga (seingat saya) Buka Puasa Nasional. Hal tersebut memicu hubungan yang baik dan akrab antara dua perbedaan itu. Seperti pada bulan-bulan biasanya (selain Ramadhan), umat Islam sering pula bersilahturahmi ke rumah-rumah warga Non-Muslim di sekitarnya. Demikian pula sebaliknya. Rasanya, keduanya saling menghargai dan menikmati kedamaian tersebut. Ada satu hal yang paling menarik perhatian saya. Pada saat menjelang Ramadhan sampai menjelang Idul Fitri, hampir setiap kali umat Kristen Koptik dan umat Islam bertemu secara tak sengaja (walaupun tidak saling kenal), mereka saling memberi salam, atau memberi ucapan Selamat Berpuasa, atau Selamat Idul Fitri.
Menarik. Tradisi yang sangat baik dilestarikan. Perbedaan memang perlu dipadukan dengan toleransi dan solidaritas. Dengan adanya rasa menghargai antar satu sama lain, perbedaan itu bukannya malah berpecah. Melainkan akan saling melengkapi. Bayangkan, jika setiap orang memiliki sikap inklusif, moderat, dan terbuka. Bayangkan jika kita berhasil menemukan keselarasan itu, rasanya perbedaan itu lenyap sudah. Yang ada kita sudah bersatu. Maka lengkap. Begitu yang saya tangkap.
Selingan --> Dari tadi saya sudah menulis banyak hal tentang perbedaan. Terutama tentang suku dan ras di Indonesia. Lalu saya hapus. Lebih baik saya terpaku pada satu topik sempit saja. Yaitu tentang perbedaan agama dan Idul Fitri ;)
Berbicara tentang agama, saya jadi ingat akan Terry Jones. Saya sendiri tidak mengerti apa keuntungan yang ingin ia temukan dengan melakukan pembakaran Al'Quran untuk memperingati 9 tahun terjadinya peristiwa 11 September. Mungkin hal tersebut ingin Terry Jones dan pengikut-pengikutnya lakukan agar umat Islam merasa terpojokkan akibat aksi teroris pada Gedung WTC itu. Tetapi sekali lagi saya ulang pertanyaan, di mana keuntungannya? Dengan membakar Al'Quran, apa korban-korban peristiwa itu bisa hidup lagi? Apa gedung itu bisa berdiri lagi? Lagipula, peristiwa itu bukan akhir dari Amerika Serikat. Peristiwa itu tidak membawa Amerika Serikat sampai keterpurukan yang benar-benar merugikan sampai sekarang. Untungnya, mayoritas masyarakat Amerika Serikat menolak hal tersebut. Hal itu sama saja seperti memecahkan tali persaudaraan antara manusia di dunia.
Seperti yang terjadi di negara ini. Konflik yang tajam antar satu agama dengan agama lain tidak jarang kita temui di Indonesia. Ambil contoh paling mudah. FPI. Jujur saja saya kurang mengerti kenapa mereka merasa bahwa mereka perlu melakukan suatu pembelaan. Secara subjektif, saya sendiri sebagai Non-Muslim tidak pernah merasa terganggu akan adanya puasa, Idul Fitri, suara Adzan, dan sebagainya. Malah bagi saya, itu adalah sesuatu yang menarik. Selain itu, tidak sedikit ajaran Islam yang berarti dan menyentuh. Namun saya berani akui, jika dicermati, memang ada beberapa kelompok akan kepercayaan tertentu yang terlalu menutup diri dan bersikap eksklusif akan agamanya masing-masing. Setelah saya pikir-pikir ulang, mungkin hal tersebut menjadi salah satu alasan FPI ingin membela Islam. Menurut saya, mereka memiliki niat yang baik. Tetapi, mereka hanya kurang mengerti bagaimana caranya.
Maka saya, tidak ingin sepenuhnya menyalahkan FPI akan berbagai hal buruk yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Indonesia terdiri dari 6 macam umat beragama dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Untuk menyelesaikan semuanya, saya yakin kita memerlukan kekuatan dari segala pihak. Tidak hanya dari Islam, atau Katolik, atau Kristen, atau Buddha. Dan seterusnya. Intinya kita semua perlu bersatu dan membuka pikiran kita masing-masing. Setiap orang membutuhkan wawasan yang pasti bisa membuka dan memperluas pikiran. Menganut suatu agama, bukan berarti hanya terpaku pada ajaran agama itu saja. Menganut satu agama, bukan berarti kita kita hanya boleh mengetahui dan mempelajari hal-hal tentang agama itu saja. Justru penting bagi kita untuk mengerti hal-hal tentang agama dan kepercayaan di sekitar kita.
Saya menyukai satu ajaran dari Islam yang mengajak kita untuk bermaaf-maafan ketika menjelang Ramadhan maupun Lebaran/Idul Fitri. Bukan hanya formalitas, tetapi maaf dari dalam hati kita masing-masing. Seperti halnya hari Natal bagi umat Kristiani, yang biasa diperingati dengan adanya pohon Natal dan lagu-lagu Natal. Di Jepang, hari Natal bagaikan hari raya bagi semua orang, bukan hanya umat Kristiani. Semua orang menyukai hiasan-hiasan pohon Natal. Nah, sama saja. Lebaran identik dengan Ketupat. Ketupat adalah makanan khas Lebaran yang disukai oleh banyak orang. Tidak hanya umat Islam. Maka, Idul Fitri tidak hanya bisa dirayakan oleh umat Islam. Secara tidak langsung, masyarakat Non-Muslim juga dapat menghayati hari raya Idul Fitri ini. Tidak ada salahnya kan, bermaaf-maafan dengan sesama. Tidak ada salahnya kan, makan ketupat? ;)
(Untuk besok, 10 September 2010)
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir batin ;)
Maaf, bahasa saya amburadul. Acak-acakan. Tulisan yang masih sangat mentah, hahaha.
Pada saat bulan Ramadhan, umat Kristen Koptik sangat menunjukkan rasa solidaritasnya terhadap umat Islam yang sedang berpuasa. Misalnya, mereka akan ikut berpuasa di tempat kerja, dan bahkan mengadakan buka puasa bersama dengan umat Islam. Gereja Kristen Koptik seringkali menjadikan hal ini suatu tradisi yang biasa disebut juga (seingat saya) Buka Puasa Nasional. Hal tersebut memicu hubungan yang baik dan akrab antara dua perbedaan itu. Seperti pada bulan-bulan biasanya (selain Ramadhan), umat Islam sering pula bersilahturahmi ke rumah-rumah warga Non-Muslim di sekitarnya. Demikian pula sebaliknya. Rasanya, keduanya saling menghargai dan menikmati kedamaian tersebut. Ada satu hal yang paling menarik perhatian saya. Pada saat menjelang Ramadhan sampai menjelang Idul Fitri, hampir setiap kali umat Kristen Koptik dan umat Islam bertemu secara tak sengaja (walaupun tidak saling kenal), mereka saling memberi salam, atau memberi ucapan Selamat Berpuasa, atau Selamat Idul Fitri.
Menarik. Tradisi yang sangat baik dilestarikan. Perbedaan memang perlu dipadukan dengan toleransi dan solidaritas. Dengan adanya rasa menghargai antar satu sama lain, perbedaan itu bukannya malah berpecah. Melainkan akan saling melengkapi. Bayangkan, jika setiap orang memiliki sikap inklusif, moderat, dan terbuka. Bayangkan jika kita berhasil menemukan keselarasan itu, rasanya perbedaan itu lenyap sudah. Yang ada kita sudah bersatu. Maka lengkap. Begitu yang saya tangkap.
Selingan --> Dari tadi saya sudah menulis banyak hal tentang perbedaan. Terutama tentang suku dan ras di Indonesia. Lalu saya hapus. Lebih baik saya terpaku pada satu topik sempit saja. Yaitu tentang perbedaan agama dan Idul Fitri ;)
Berbicara tentang agama, saya jadi ingat akan Terry Jones. Saya sendiri tidak mengerti apa keuntungan yang ingin ia temukan dengan melakukan pembakaran Al'Quran untuk memperingati 9 tahun terjadinya peristiwa 11 September. Mungkin hal tersebut ingin Terry Jones dan pengikut-pengikutnya lakukan agar umat Islam merasa terpojokkan akibat aksi teroris pada Gedung WTC itu. Tetapi sekali lagi saya ulang pertanyaan, di mana keuntungannya? Dengan membakar Al'Quran, apa korban-korban peristiwa itu bisa hidup lagi? Apa gedung itu bisa berdiri lagi? Lagipula, peristiwa itu bukan akhir dari Amerika Serikat. Peristiwa itu tidak membawa Amerika Serikat sampai keterpurukan yang benar-benar merugikan sampai sekarang. Untungnya, mayoritas masyarakat Amerika Serikat menolak hal tersebut. Hal itu sama saja seperti memecahkan tali persaudaraan antara manusia di dunia.
Seperti yang terjadi di negara ini. Konflik yang tajam antar satu agama dengan agama lain tidak jarang kita temui di Indonesia. Ambil contoh paling mudah. FPI. Jujur saja saya kurang mengerti kenapa mereka merasa bahwa mereka perlu melakukan suatu pembelaan. Secara subjektif, saya sendiri sebagai Non-Muslim tidak pernah merasa terganggu akan adanya puasa, Idul Fitri, suara Adzan, dan sebagainya. Malah bagi saya, itu adalah sesuatu yang menarik. Selain itu, tidak sedikit ajaran Islam yang berarti dan menyentuh. Namun saya berani akui, jika dicermati, memang ada beberapa kelompok akan kepercayaan tertentu yang terlalu menutup diri dan bersikap eksklusif akan agamanya masing-masing. Setelah saya pikir-pikir ulang, mungkin hal tersebut menjadi salah satu alasan FPI ingin membela Islam. Menurut saya, mereka memiliki niat yang baik. Tetapi, mereka hanya kurang mengerti bagaimana caranya.
Maka saya, tidak ingin sepenuhnya menyalahkan FPI akan berbagai hal buruk yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Indonesia terdiri dari 6 macam umat beragama dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Untuk menyelesaikan semuanya, saya yakin kita memerlukan kekuatan dari segala pihak. Tidak hanya dari Islam, atau Katolik, atau Kristen, atau Buddha. Dan seterusnya. Intinya kita semua perlu bersatu dan membuka pikiran kita masing-masing. Setiap orang membutuhkan wawasan yang pasti bisa membuka dan memperluas pikiran. Menganut suatu agama, bukan berarti hanya terpaku pada ajaran agama itu saja. Menganut satu agama, bukan berarti kita kita hanya boleh mengetahui dan mempelajari hal-hal tentang agama itu saja. Justru penting bagi kita untuk mengerti hal-hal tentang agama dan kepercayaan di sekitar kita.
Saya menyukai satu ajaran dari Islam yang mengajak kita untuk bermaaf-maafan ketika menjelang Ramadhan maupun Lebaran/Idul Fitri. Bukan hanya formalitas, tetapi maaf dari dalam hati kita masing-masing. Seperti halnya hari Natal bagi umat Kristiani, yang biasa diperingati dengan adanya pohon Natal dan lagu-lagu Natal. Di Jepang, hari Natal bagaikan hari raya bagi semua orang, bukan hanya umat Kristiani. Semua orang menyukai hiasan-hiasan pohon Natal. Nah, sama saja. Lebaran identik dengan Ketupat. Ketupat adalah makanan khas Lebaran yang disukai oleh banyak orang. Tidak hanya umat Islam. Maka, Idul Fitri tidak hanya bisa dirayakan oleh umat Islam. Secara tidak langsung, masyarakat Non-Muslim juga dapat menghayati hari raya Idul Fitri ini. Tidak ada salahnya kan, bermaaf-maafan dengan sesama. Tidak ada salahnya kan, makan ketupat? ;)
(Untuk besok, 10 September 2010)
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir batin ;)
Maaf, bahasa saya amburadul. Acak-acakan. Tulisan yang masih sangat mentah, hahaha.
Sunday, September 5, 2010
Thursday, August 26, 2010
Anak Bu Mi
Namanya Mi. Bu Mi panggilannya. Beliau idola jagat raya. Mulai dari saya, Anda, kakak saya, orang tua saya, tante saya, guru saya, tetangga saya, loper koran yang lewat rumah saya, peliharaan saya, tanaman hias di rumah saya, dan semuanya. Bu Mi adalah seorang janda. Suaminya, Pak Mi konon dulu dipuja jagat raya (juga). Tetapi, Pak Mi sudah terlalu tua. Akhirnya Bu Mi pun memutuskan untuk menggantikan peran almarhum suaminya itu.
Bu Mi sudah cukup tua. Ya jelas saja, berapa banyak makhluk yang tinggal di rumahnya. Sudah berapa lama? Lihat saja kalendar. Saya sayang Ibu, kalau boleh jujur. Saya prihatin melihat Bu Mi yang sudah cukup tua, sendiri, sakit-sakitan. Dan juga, tidak dipedulikan lagi oleh anak-anaknya, yang katanya punya kebebasan untuk merawat dan menyayangi Bu Mi.
Bu Mi selalu berkata pada saya kalau beliau suka sekali warna hijau. Lalu saya tanya kenapa warna hijau? Bu Mi pun menjawab, "kamu tidak pernah sekolah ya? Kamu tau kan, pepohonan itu menyerap karbondioksida untuk fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen?" Ya Bu, saya anak kelas IPS, bukan IPA. Tapi saya tahu kok. Bu Mi sebenarnya tidak memerlukan pepohonan, atau yang beliau sebut hijau-hijau itu. Bu Mi sebenarnya bisa memulihkan dirinya sendiri dari berbagai penyakit yang dideritanya. Masalahnya sekarang adalah, anak-anaknya ini kewalahan. Ada yang sibuk merusak dan membuat Bu Mi sakit. Ada yang sibuk memulihkan Bu Mi. Ada yang diam saja. Ada yang bingung. Ada yang tidak mengerti. Ada yang cuek, dan sebagainya. Intinya, sebenarnya kita, sebagai anak-anak Bu Mi sedang berusaha menyelamatkan diri kita sendiri. Bukan Bu Mi. Seperti kata Bu Mi, "akibat terjadi pada anak-cucu. Bukan pada orang tua lagi."
Saya pernah bermimpi. Dalam mimpi saya itu saya melihat Bu Mi menangis. Bu Mi menangis diiringi kilat-kilat yang bermuatan listrik cukup dahsyat. Menyambar, menegur gedung-gedung pencakar langit. Ya saya baru ingat, kalau Bu Mi itu bekerja pada seseorang. Namanya Tuhan. Anak-anak Bu Mi juga mengenal Tuhan, termasuk saya sendiri. Tuhan adalah seseorang/sesuatu yang membentuk Bu Mi sampai sekarang ini. Segala perkembangan dan pertumbuhan yang dirasakan oleh Bu Mi, semua itu karena Tuhan itu. Sebagai imbalannya, Bu Mi harus selalu menjaga dirinya. Kalau tidak, bisa-bisa Tuhannya itu marah. Dan kali ini, Bu Mi menangis. Mungkin karena Tuhan marah.
Bu Mi berpesan pada saya. Ya, bukan pesan lah. Tetapi berupa pertanyaan.
Kita semua punya Ibu. Nama Ibu kita itu Bu Mi. Saya sendiri sayang Bu Mi, kalau Anda? Saya peduli terhadap Bu Mi, Anda bagaimana? Jangan biarkan Tuhan marahi Bu Mi. Jadilah anak yang berbakti pada orang tua. Ingat, akibat akan jatuh ke anak cucu, bukan orang tua lagi.
Bu Mi sudah cukup tua. Ya jelas saja, berapa banyak makhluk yang tinggal di rumahnya. Sudah berapa lama? Lihat saja kalendar. Saya sayang Ibu, kalau boleh jujur. Saya prihatin melihat Bu Mi yang sudah cukup tua, sendiri, sakit-sakitan. Dan juga, tidak dipedulikan lagi oleh anak-anaknya, yang katanya punya kebebasan untuk merawat dan menyayangi Bu Mi.
Bu Mi selalu berkata pada saya kalau beliau suka sekali warna hijau. Lalu saya tanya kenapa warna hijau? Bu Mi pun menjawab, "kamu tidak pernah sekolah ya? Kamu tau kan, pepohonan itu menyerap karbondioksida untuk fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen?" Ya Bu, saya anak kelas IPS, bukan IPA. Tapi saya tahu kok. Bu Mi sebenarnya tidak memerlukan pepohonan, atau yang beliau sebut hijau-hijau itu. Bu Mi sebenarnya bisa memulihkan dirinya sendiri dari berbagai penyakit yang dideritanya. Masalahnya sekarang adalah, anak-anaknya ini kewalahan. Ada yang sibuk merusak dan membuat Bu Mi sakit. Ada yang sibuk memulihkan Bu Mi. Ada yang diam saja. Ada yang bingung. Ada yang tidak mengerti. Ada yang cuek, dan sebagainya. Intinya, sebenarnya kita, sebagai anak-anak Bu Mi sedang berusaha menyelamatkan diri kita sendiri. Bukan Bu Mi. Seperti kata Bu Mi, "akibat terjadi pada anak-cucu. Bukan pada orang tua lagi."
Saya pernah bermimpi. Dalam mimpi saya itu saya melihat Bu Mi menangis. Bu Mi menangis diiringi kilat-kilat yang bermuatan listrik cukup dahsyat. Menyambar, menegur gedung-gedung pencakar langit. Ya saya baru ingat, kalau Bu Mi itu bekerja pada seseorang. Namanya Tuhan. Anak-anak Bu Mi juga mengenal Tuhan, termasuk saya sendiri. Tuhan adalah seseorang/sesuatu yang membentuk Bu Mi sampai sekarang ini. Segala perkembangan dan pertumbuhan yang dirasakan oleh Bu Mi, semua itu karena Tuhan itu. Sebagai imbalannya, Bu Mi harus selalu menjaga dirinya. Kalau tidak, bisa-bisa Tuhannya itu marah. Dan kali ini, Bu Mi menangis. Mungkin karena Tuhan marah.
Bu Mi berpesan pada saya. Ya, bukan pesan lah. Tetapi berupa pertanyaan.
Kita semua punya Ibu. Nama Ibu kita itu Bu Mi. Saya sendiri sayang Bu Mi, kalau Anda? Saya peduli terhadap Bu Mi, Anda bagaimana? Jangan biarkan Tuhan marahi Bu Mi. Jadilah anak yang berbakti pada orang tua. Ingat, akibat akan jatuh ke anak cucu, bukan orang tua lagi.
Geografi
Hari ini, saya menghadapi ulangan geografi, yang memang (bagi saya) merupakan pelajaran program IPS yang cukup sulit. Menarik, tapi ya.. Sulit.
Yang saya akan ceritakan ini tidak ada hubungannya dengan pelajaran geografi. Tapi ya, lihat saja.
G: guru
M: murid
Guru geografi saya mempunyai kebiasaan menampilkan soal ulangan melalui slide. Untuk ulangan kali ini, soalnya berbentuk pilihan ganda, berjumlah 30 soal.
G: Ayo udah pada siap ya?
M: Udah, Pak.
(Nomor demi nomor berlalu. Sampai dengan nomor 22, tiba-tiba ada kejanggalan)
M: Pak, kok soal nomor 23 nggak ada?
G: Wah masa sih?
M: Iya tuh Pak. Habis 22, langsung 24, Pak.
G: Oh, iya ya. Oke, begini deh. Kalian tulis dulu nomor 23 di kertas ulangan kalian.
M: Udah, Pak.
G: Kemudian kalian gambar lingkaran kecil di tempat jawaban nomor itu.
M: Udah, Pak.
G: Kemudian, kalian gambar wajah manusia tersenyum di situ. Menandakan soalnya dianulir.
M: (tertawa)
G: Hayoo siapa yang nggak gambar orang tersenyum?
Jujur, saya merasa ada sesuatu yang berarti dari hal sederhana tadi. Saya menemukan kebahagiaan. Hanya dengan gambar wajah sederhana yang dibuat dengan pulpen tinta, yang hanya sebesar satu baris kertas ulangan. Pada saat, ulangan geografi. Lucu juga ya. Apa hubungannya dengan soal yang dianulir?
Menarik saja. Kreatif. Yang jelas, intinya bahagia.
Yang saya akan ceritakan ini tidak ada hubungannya dengan pelajaran geografi. Tapi ya, lihat saja.
G: guru
M: murid
Guru geografi saya mempunyai kebiasaan menampilkan soal ulangan melalui slide. Untuk ulangan kali ini, soalnya berbentuk pilihan ganda, berjumlah 30 soal.
G: Ayo udah pada siap ya?
M: Udah, Pak.
(Nomor demi nomor berlalu. Sampai dengan nomor 22, tiba-tiba ada kejanggalan)
M: Pak, kok soal nomor 23 nggak ada?
G: Wah masa sih?
M: Iya tuh Pak. Habis 22, langsung 24, Pak.
G: Oh, iya ya. Oke, begini deh. Kalian tulis dulu nomor 23 di kertas ulangan kalian.
M: Udah, Pak.
G: Kemudian kalian gambar lingkaran kecil di tempat jawaban nomor itu.
M: Udah, Pak.
G: Kemudian, kalian gambar wajah manusia tersenyum di situ. Menandakan soalnya dianulir.
M: (tertawa)
G: Hayoo siapa yang nggak gambar orang tersenyum?
Jujur, saya merasa ada sesuatu yang berarti dari hal sederhana tadi. Saya menemukan kebahagiaan. Hanya dengan gambar wajah sederhana yang dibuat dengan pulpen tinta, yang hanya sebesar satu baris kertas ulangan. Pada saat, ulangan geografi. Lucu juga ya. Apa hubungannya dengan soal yang dianulir?
Menarik saja. Kreatif. Yang jelas, intinya bahagia.
Tuesday, August 17, 2010
Merah, Putih, Bersatu Dalam Semangat
Hari ini saya singkat saja.
Pergi ke sekolah. Upacara bendera.
Hampir saya terlambat. Lalu saya lari.
Sekitar enam puluh menit upacara bendera berlangsung. Lagu Indonesia Raya, Sang Merah Putih berkibar.
Saya.. Merinding (jujur).
Banyak hal yang memicu rasa nasionalisme saya yang sempat pergi entah ke mana. Seperti tulisan- tulisan Pandji Pragiwaksono, teman-teman IPS saya, peristiwa yang saya lihat di sekitar saya, dan hal lainnya.. yang membuat saya kembali menemukan arti merah dan putih dalam diri saya.
Dan akhirnya, saya pun membuat account di twitter (setelah lama teman-teman saya menuntut saya untuk membuatnya). Untuk mengekspresikan diri saya, rasa cinta saya terhadap Indonesia, kedamaian, dan dunia. Follow @daniakp. (agak lucu ya, hahahaha).
Saya masih ingin banyak menulis di sini. Tapi, nanti saja.
Tetap berkunjung ke sini! ; )
Dirgahayu Indonesia! Semoga Indonesia, akan ada untuk selamanya. Bukan semoga, melainkan harus. Merdeka!
Pergi ke sekolah. Upacara bendera.
Hampir saya terlambat. Lalu saya lari.
Sekitar enam puluh menit upacara bendera berlangsung. Lagu Indonesia Raya, Sang Merah Putih berkibar.
Saya.. Merinding (jujur).
Banyak hal yang memicu rasa nasionalisme saya yang sempat pergi entah ke mana. Seperti tulisan- tulisan Pandji Pragiwaksono, teman-teman IPS saya, peristiwa yang saya lihat di sekitar saya, dan hal lainnya.. yang membuat saya kembali menemukan arti merah dan putih dalam diri saya.
Dan akhirnya, saya pun membuat account di twitter (setelah lama teman-teman saya menuntut saya untuk membuatnya). Untuk mengekspresikan diri saya, rasa cinta saya terhadap Indonesia, kedamaian, dan dunia. Follow @daniakp. (agak lucu ya, hahahaha).
Saya masih ingin banyak menulis di sini. Tapi, nanti saja.
Tetap berkunjung ke sini! ; )
Dirgahayu Indonesia! Semoga Indonesia, akan ada untuk selamanya. Bukan semoga, melainkan harus. Merdeka!
Thursday, August 12, 2010
Nickelback
Oh, I wanna be a rockstar.
Anything. I wanna play the guitar. I wanna play the bass. I wanna sing.
The acoustic one. Or, whatever.
Well I know it won't be true.
I just wonder how it feels like to be known.
At least, to be on the stage.
Anything. I wanna play the guitar. I wanna play the bass. I wanna sing.
The acoustic one. Or, whatever.
Well I know it won't be true.
I just wonder how it feels like to be known.
At least, to be on the stage.
Tuesday, August 10, 2010
Saturday, August 7, 2010
Unconsciously Uploaded
Well this is kinda weird. These photos were actually photos I took when I went to the Car Free Day in May if I'm not mistaken.
As some of you know, I lost my laptop a few days after I saved these photos there. And what I remember the most is, I've never uploaded these pictures to my account in photobucket. I just used photoshop to edit them, but then I left my laptop and after two days.. it's gone.
But the funny thing is it apparently appears on photobucket. So I just decided to post it here. Though it might be too late.
As some of you know, I lost my laptop a few days after I saved these photos there. And what I remember the most is, I've never uploaded these pictures to my account in photobucket. I just used photoshop to edit them, but then I left my laptop and after two days.. it's gone.
But the funny thing is it apparently appears on photobucket. So I just decided to post it here. Though it might be too late.
Thursday, August 5, 2010
A Foreign Name?
My friend gave me a link of one of their videos in YouTube. I saw the video, and I was mesmerized.
The Tielman Brothers are actually Indonesians who live in Holland. I searched them on Wikipedia, and found out that the band was formed before The Beatles and The Rolling Stones. I mean, they were like.. awesome! Even their stage-acts are more fabulous than The Beatles. Their songs are also amazing!
Well it's quite unbelievable that actually.. the frontman of this band, Andy Tielman, has the ability to play guitar with his teeth or play it behind his body, and also some other great attractions on stages, long before Hendrix. source
It's an unfortunate for us as Indonesians, that The Tielman Brothers is still a foreign name. But I guess they're really great. Awesome.
Tuesday, August 3, 2010
Why Do The Sun and The Moon Live in The Sky?
Found the title of the story in my English book. Curiosity forced me to search about it on Google. Then I found this story, it's actually a Nigerian folktale. It's probably the best folktale I've ever heard.
Many years ago, the sun and water were great friends, and they both lived on the earth togther. The sun very often used to visit the water, but the water never returned the visits.
At last the sun asked the water why he never visited. The water replied that the sun's house was not big enough, and that if he came with all his people, he would drive the sun out of his home.
The water then said, "If you want me to visit you, you will have to build a very large house. But I warn you that it will have to be very large, as my people are numerous and take up a lot of room".
The sun promised to build a very large house, and soon afterwards, he returned home to his wife, the moon, who greeted him with a broad smile.
The sun told the moon what he had promised the water, and the next day, they began building a large house to entertain the water and all his people.
When it was completed, the sun asked the water to come and visit him.
When the water arrived, one of his people called out to the sun, and asked him whether it would be safe for the water to enter, and the sun answered, "Yes, tell my friend to come in."
The water began to flow in, followed by the fish and all the other water animals.
Very soon, the water was knee-deep in the house, so he asked the sun if it was still safe, and the sun again said, "Yes," so more of them came in.
When the water was at the level of a man's head, the water said to the sun, "Do you want more of my people to come?"
Not knowing any better, the sun and the moon both said, "Yes,". More and more of the water's people came in, until the sun and the moon had to sit on top of the roof.
The water once again asked the sun if it was still okay to keep coming in. The sun and moon answered yes, so more and more of the water's people came in.
The water soon overflowed the top of the roof, and the sun and the moon were forced to go up into the sky.
...and they have been there ever since.
I wish to live in the sky too.
But I'm not the moon.
Many years ago, the sun and water were great friends, and they both lived on the earth togther. The sun very often used to visit the water, but the water never returned the visits.
At last the sun asked the water why he never visited. The water replied that the sun's house was not big enough, and that if he came with all his people, he would drive the sun out of his home.
The water then said, "If you want me to visit you, you will have to build a very large house. But I warn you that it will have to be very large, as my people are numerous and take up a lot of room".
The sun promised to build a very large house, and soon afterwards, he returned home to his wife, the moon, who greeted him with a broad smile.
The sun told the moon what he had promised the water, and the next day, they began building a large house to entertain the water and all his people.
When it was completed, the sun asked the water to come and visit him.
When the water arrived, one of his people called out to the sun, and asked him whether it would be safe for the water to enter, and the sun answered, "Yes, tell my friend to come in."
The water began to flow in, followed by the fish and all the other water animals.
Very soon, the water was knee-deep in the house, so he asked the sun if it was still safe, and the sun again said, "Yes," so more of them came in.
When the water was at the level of a man's head, the water said to the sun, "Do you want more of my people to come?"
Not knowing any better, the sun and the moon both said, "Yes,". More and more of the water's people came in, until the sun and the moon had to sit on top of the roof.
The water once again asked the sun if it was still okay to keep coming in. The sun and moon answered yes, so more and more of the water's people came in.
The water soon overflowed the top of the roof, and the sun and the moon were forced to go up into the sky.
...and they have been there ever since.
I wish to live in the sky too.
But I'm not the moon.
Sunday, August 1, 2010
Tut Mir Leid
Soon, Trust Me
Oh blog.
I'm so sorry guys, I've been away from the computer these days.
Fyi, my school just started 2 weeks ago. Social class is great, and super (so far).
Well, I finally decided not to see Slash this 3rd of August. I'm planning to buy new lens for my camera. So, please just wait for my upcoming posts. I'll explore more this year ;)
Please wait for it.
Soon, trust me.
I'm so sorry guys, I've been away from the computer these days.
Fyi, my school just started 2 weeks ago. Social class is great, and super (so far).
Well, I finally decided not to see Slash this 3rd of August. I'm planning to buy new lens for my camera. So, please just wait for my upcoming posts. I'll explore more this year ;)
Please wait for it.
Soon, trust me.
Sunday, July 18, 2010
Friday, July 16, 2010
Thursday, July 15, 2010
Deutschland Uber Alles!
Here are some videos I've mentioned before. Recorded in Dusseldorf, Germany, after they defeated England 4-1.
We Are (All) The Champions
Well, these are some photos I took in Europe during my stay there. Actually I also recorded some cool videos. Yeah, just wait :)
Like I said before, we can truly feel the spirit of world cup here. People wearing flags around their waist, singing ole ole, screaming for their countries, and all that stuff. Yeah, it's because we're Indonesians and our national team didn't play in world cup.
I was in Germany when they defeated Ghana 1-0, and also England 4-1.
These two here were taken after the match vs England.
Like I said before, we can truly feel the spirit of world cup here. People wearing flags around their waist, singing ole ole, screaming for their countries, and all that stuff. Yeah, it's because we're Indonesians and our national team didn't play in world cup.
I was in Germany when they defeated Ghana 1-0, and also England 4-1.
These two here were taken after the match vs England.
Oh, during the exchange program, we also had some spare time that we could spend with our hosts. So we went to the public viewing for the match vs Ghana. The match wasn't very interesting, but.. that day was for Deutschland.
And this one is with Claresta and her host, Julia
Well, I was traveling around with my mom and brother. So the photo below was taken in Lucerne, Switzerland. Luckily we could still watch football (wherever we want, yea that's serious). The funny thing was that I was supporting Germany and my brother went for Argentina.
And also, that day was for Germany.
Anyway, I bought the shirt in Dusseldorf. Well it should've been Germany vs Argentina that day. Hahaha
Yea I was like.. homesick (a lil' bit) when I was in Europe. The trip was tiring, but it was wonderful. And now, I am missing Europe very bad. I wish to fly back, but that's impossible. Hahahahaha. I just realized how great Europe is. Unfortunately, we also missed the final. We were in the plane -_-
And here, it's The Netherlands. I forgot where it was taken, but it wasn't in Netherlands.
And here, it's The Netherlands. I forgot where it was taken, but it wasn't in Netherlands.
Congratulations, Spain is the champion. But, watching all of the teams struggling, they are (all) the champions, I suppose :) And Germany got the 3rd place, it wasn't bad (Y)
OH NO I forgot to add watermarks on the photo I took. Perhaps it was because I didn't use my SLR. Boo it's bad.
OH NO I forgot to add watermarks on the photo I took. Perhaps it was because I didn't use my SLR. Boo it's bad.
Subscribe to:
Posts (Atom)